Keramik Cina Tertua yang Ditemukan di Indonesia Berasal dari Kerinci
(Keramik Dinasti Han dari Kerinci) |
Keramik berasal dari bahasa Inggris yaitu ceramic. Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani yaitu ceramos. Artinya, barang pecah belah atau tanah liat yang dibakar. Saat ini, keramik masih terus digunakan manusia untuk berbagai keperluan. Mulai untuk bahan bangunan bahkan alat-alat elektronik dan medis juga menggunakan komponen keramik.
Akan tetapi, keramik memiliki sejarah yang sangat panjang. Keramik telah dibuat oleh manusia bahkan sejak masa prasejarah, jauh sebelum mereka mengenal tulisan. Keramik-keramik kuno atau yang dibuat pada masa lampau merupakan benda sekaligus data arkeologi yang sangat penting. Melalui keramik arkeolog bisa berbicara banyak hal, bahkan mengenai interaksi antar benua dan antar bangsa di masa lampau.
"Keramik merupakan data sejarah Indonesia kuno sekaligus barang seni yang bermutu", ucap Ekowati Sundari, arkeolog ahli keramik yang kini bekerja di Museum Nasional dalam sebuah acara pelatihan online. Ekowati menyampaikan dalam presentasinya bahwa keramik dibagi menjadi tiga jenis yaitu porselin, bahan batuan (stoneware) dan tembikar. Kalau porselin dibuat dari bahan kaolin, berglasir (diberi pelapis luar agar mengkilap), dan dibakar pada suhu tinggi sekitar 1350 derajat celcius. Bahan batuan (stoneware) juga sama dibuat dari kaolin dan petunze, berglasir tetapi dibakar pada suhu di bawah suhu porselin sekitar 1150 derajat celcius. Sedangkan tembikar terbuat dari bahan tanah liat yang dibakar pada suhu yang lebih rendah.
Sayangnya di masa lalu, manusia yang tinggal di Indonesia belum mampu membuat porselin dan stoneware karena butuh bahan dan teknologi khusus. Oleh karena itu, kebanyakan keramik porselin ini diimpor dari luar seperti dari Cina, Thailand, Timur Tengah, Persia, Vietnam dan Jepang. "Keramik asing ini cukup menarik karena dari ciri-ciri yang ada padanya kita dapat menentukan kronologi atau kapan keramik itu diproduksi", kata Widiati dalam acara yang sama.
Menurut Ekowati, karena keramik ini sangat bernilai terutama untuk data sejarah Indonesia, orang Belanda telah mengumpulkan banyak keramik asing baik yang disimpan maupun hasil temuan dari berbagai wilayah di Indonesia. Hasil buruan keramik mereka kini menjadi koleksi Museum Nasional di Jakarta.
Baca juga: Menengok Barang-Barang dari Kerinci yang Menjadi Koleksi Museum Nasional di Jakarta
Keramik-keramik asing yang menjadi koleksi Museum Nasional tersebut sangat beragam. Bahkan secara usia ada yang sangat tua yaitu keramik Cina dari masa Dinasti Han. Keramik Dinasti Han ini diketahui dibuat antara tahun 206 Sebelum Masehi hingga 220 Masehi (1800 hingga 2200 tahun yang lalu).
Pendupaan dari Dinasti Han, Koleksi Museum Etnologi, Berlin-Jerman |
"Sebetulnya sebelum Dinasti Han di Cina sudah dibuat keramik, cuma yang ditemukan di Indonesia paling tua berasal dari Dinasti Han", ungkap Ekowati. Museum Nasional punya koleksi beberapa keramik dari Dinasti Han dan itu berasal dari Jambi, terutama dari Kerinci. "Diduga keramik ini dibawa oleh migran Tiongkok yang menetap di Indonesia, mereka turut membawa benda pusaka sebagai peralatan upacara", ujar Ekowati. Dugaan Ekowati ini cukup beralasan karena wadah-wadah yang ditemukan tersebut berkenaan sebagai alat untuk ritual seperti pendupaan, wadah abu jenazah, mangkuk dan wadah anggur.
Keramik Dinasti Han ini punya ciri khusus. Keramiknya dibakar dalam suhu yang masih rendah sehingga tidak mencapai kematangan seperti porselin, di antaranya juga sudah diberi glasir tetapi mudah terkelupas karena hal tersebut. Bentuknya juga masih kaku, banyak sudut-sudut tajam karena masih dipengaruhi bentuk wadah dari logam yang diproduksi pada era sebelumnya.
Tiga Keramik Han dari Kerinci, Satu dari Sarolangun-Bangko
Menurut Abu Ridho, tiga koleksi keramik Dinasti Han yang ditemukan di Kerinci adalah pertama, wadah abu jenazah berkaki tiga (lihat gambar 1). Wadah tersebut berglasir hijau lumut meski sudah banyak bagian yang mengelupas. Ukuran wadah tersebut tidak disebutkan. Ekowati menyebutkan keramik ini merupakan salah satu keramik masterpiece Museum Nasional dari segi usianya.
Gambar 1. Wadah Abu Jenazah, Periode Dinasti Han, Temuan Kerinci |
Kedua, wadah pembakaran dupa. Bentuknya seperti cawan berkaki dengan penutup berbentuk kerucut. Tumpuan kaki berbentuk seperti wadah piring. Ukurannya tidak dideskripsikan, tetapi pendupaan ini juga diberi glasir kehijauan yang sebagian besar telah mengelupas.Ketiga, mangkuk kecil bergagang, kemungkinan difungsikan sebagai wadah sesaji.
Gambar 2. Pendupaan dan Cangkir Periode Dinasti Han Temuan Kerinci |
Temuan keramik dinasti Han dari Sarolangun-Bangko dideskripsikan dengan cukup lengkap dalam website milik Museum Nasonal. Keramik tersebut merupakan guci yang kemungkinan difungsikan sebagai wadah minuman. Ukuran tingginya sekitar 37 cm, dengan warna dasar merah bata serta diberi glasir timah dan hijau lumut.
Keramik Dinasti Han dari Sarolangun-Bangko |
Temuan Keramik Han yang cukup banyak di Kerinci tentu menjadi misteri bagi para arkeolog. Kerinci yang notabenenya jauh di pegunungan justru ditemukan keramik asing yang sangat tua. Di wilayah pesisir sampai kini belum ditemukan keramik Cina dari Dinasti Han. Ada yang menduga bahwa keramik itu bukan dibawa para migran tetapi berasal dari aktivitas dagang internasional sebelum masa Sriwijaya. Meski kontaknya di pesisir tapi pedagangnya berasal dari pegunungan. Mereka membawa barang-barang hasil hutan yang dapat dipertukarkan.
Baca juga: Kain Orang Kerinci Diimpor dari India Sejak Ratusan Tahun yang Lalu
Yang lebih misterius lagi, keramik Han dari Dataran Tinggi Jambi ini dalam kondisi yang sangat utuh. Kemungkinan ini adalah barang pusaka masyarakat yang dirawat turun temurun sebelum diambil oleh Belanda. Kalau temuan di situs arkeologi, apalagi yang di darat. jarang yang ditemukan dalam kondisi utuh. Kebanyakan berupa pecahan-pecahan.
Selain di Kerinci, pecahan keramik Dinasti Han juga dilaporkan pernah ditemukan di situs-situs arkeologi yang ada di Lampung.
Baca juga: Tradisi Megalitik Berlanjut dalam Masyarakat Kerinci
Komentar