Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Jihat Ninek Depati Intan Kemalo Seri, Siulak Mukai (@budayakerinci)


Dusun Siulak Mukai

Dusun Siulak Mukai adalah perkampungan yang terletak di bagian hulu atau barat laut lembah Kerinci. Dusun ini berada di sisi utara pertemuan Sungai Batang Merao dan Sungai Ayir Mukai. Dilihat dari citra satelit, dusun ini berada di antara dua aliran sungai tersebut, Sungai Batang Merao di sisi Barat dusun dan Sungai Ayir Mukai di sisi Timur. Sekarang ini, Dusun Siulak Mukai telah berkembang menjadi sebuah kecamatan yang bernama Siulak Mukai, Kerinci.

Secara adat, dusun Siulak Mukai dihuni oleh kelompok masyarakat adat yang terdiri dari Tigo Luhah, Empat Bungkan dan Enam Kelbu. Kelompok masyarakat yang pertama dinamakan sebagai Luhah Depati Intan. Luhah Depati  Intan terbagi pula menjadi dua kelompok yaitu Bungkan Rajo Indah/Jindah dan Bungkan Rajo Pangulu. Dua bungkan  terbagi lagi menjadi empat kelebu yaitu Kelebu Anak Jantan, Kelebu Anak Batino Tuo, Kelebu Anak Batino Dalam dan Kelebu Koto Beringin.

Kelompok masyarakat kedua dinamakan sebagai Luhah Depati Singado. Luhah ini mulanya terdiri dari satu bungkan dan satu kelebu.  Kelompok masyarakat ketiga dinamakan sebagai Luhah Depati Panduko Rajo, Luhah ini mulanya juga terdiri satu bungkan dan satu kelebu. 

Asal Usul Penduduk

Masing-masing Luhah pada hakikatnya memiliki sejarah tersendiri terkait dengan perpindahan dan perjalanan nenekmoyang mereka sebelum mendirikan Dusun Siulak Mukai. Sejarah perjalanan leluhur  ini dituturkan secara lisan oleh para balian (shaman) dan oleh para tetua adat. Ada juga yang ditulis dalam naskah, tetapi sangat sulit mengakses naskah-naskah kuno itu karena dianggap sebagai benda keramat.

Berdasarkan tradisi lisan, leluhur penduduk dusun Siulak Mukai mulanya bermukim pada tiga tempat atau berasal dari tiga tempat berbeda. 

Baca juga: Melacak Sejarah Dusun Baru Siulak dan Desa Pemekarannya

Kelompok Nenek moyang yang pertama diduga datang dari Koto Limau Manih. Koto Limau Manih adalah permukiman kuno yang berada di pinggir Danau Bento (Kayu Aro Sekarang). Lokasi ini berada di bagian landai kaki bukit yang terletak antara Koto Tuo dan Sungai Dalam. Dari tempat tersebut nenek moyang mereka berpindah/bermigrasi ke Selatan dengan menyusuri anak Sungai, hingga sampai ke sebuah tempat dan mendirikan permukiman baru di sana. Permukiman baru itu dinamakan sebagai Koto Batu. Koto Batu berlokasi di sebelah utara desa Talang Tinggi atau lembah di sisi timur Bukit Tengah. 

Setelah itu penduduk Koto Batu turun ke Lembah Kerinci, sebagian mereka turun ke sisi Barat dan mendirikan permukiman bernama Napal Betakuk dan Sungai Pegeh. Sebagian lain turun ke lembah Kerinci di sisi selatan dan mendirikan permukiman bernama Koto Jiwa. Koto Jiwa ini terletak di sisi Timur Ayir Mukai.

Asal usul kelompok leluhur yang kedua, diduga berasal dari permukiman kuno di Sungai Limau, kaki Gunung Kaco sebelah utara Renah Pemetik. Mereka kemudian hijrah ke sebelah barat menelusuri lembah Renah Pemetik, mendaki Gunung Lumut, turun ke Bukit Mukai dan turun ke Lembah Kerinci hingga sampai ke hulu Ayir Putih. Mereka kemudian menelusuri Ayir Putih dan sampai ke muaranya yaitu tempat pertemuan aliran Sungai Ayir Putih dan Ayir Mukai. Mereka kemudian mendirikan permukiman baru di sana yang dinamakan sebagai Ujung Tanjung Beringin Sunsang atau Ujung Tanjung Maro Ayir Mulih. Sekarang lokasi tersebut berada di desa Mukai Hilir/Koto Lua.

Asal usul kelompok leluhur yang ketiga, diduga berasal dari permukiman Kuno di Renah Jiluwai, dataran di kaki Gunung Bungkuk sebelah barat bukit Barisan yang melewati Kerinci. Mereka turun ke ke Lembah Kerinci di sebelah timur dengan menyusuri sungai Kecil bernama Ayir Lingkat hingga sampai ke permukiman kuno bernama Padang Jambu Alo, kemudian mereka terus ke muara Ayir Lingkat, tempat bertemunya dengan aliran Sungai Batang Merao. Mereka kemudian mendirikan permukiman baru di sekitar area tersebut bernama Ujung Tanjung Maro Ayi Numbuk atau Koto Limau Purut. Sekarang kawasan ini bernama desa Mukai Sebrang/Telago Biru. Bukti keberadaan Koto Limau Purut ini adalah adanya sebuah jihat Ninek yang disebut sebagai Jihat Ninek Salih Kuning Silayang Mirat.


Jihat Ninek Salih Kuning Silayang Mirat, Koto Limau Purut-Mukai Sebrang

Karena populasi penduduk semakin meningkat barulah penduduk dari tiga tempat tersebut bersepakat mendirikan permukiman baru. Mereka kemudian mendirikan permukiman baru bernama Dusun Siulak Mukai. Masing-masing kelompok mengatur dan menyusun diri secara teratur di dalam permukiman baru tersebut.

Baca juga: Riwayat Dusun Siulak Gedang, Ibunegeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Kelompok yang berasal dari Koto Jiwa mendirikan permukiman di sebelah mudik dusun Siulak Mukai atau disebut Siulak Mukai Mudik. Kelompok ini membentuk empat kelebu/suku/klan  yaitu: (1) kelbu Anak Batino Tuo menghuni Lahik Sko Lamo atau Lahik anak Batino Tuo dan Lahik Panjang, (2) Kelbu Anak Batino Dalam menghuni Lahik Kampung Dalam, Lahik Kiyai, Lahik Impik dan Lahik Ampung; (3) Kelbu anak Jantan menghuni Lahik Pandak dan Lahik Panjang. Kelbu ke-empat (4) disebut Kelbu Kotoberingin. Kelbu ini adalah bagian dari Kelbu Anak Jantan yang pindah ke permukiman lain bernama Kelbu Koto Beringin. Kelbu Koto Beringin ini membentuk Luhah dengan kelbu lain di Koto Beringin yang diberi nama Luhah Jagung Marajo Indah Sungai Langit Depati Marajo. Sementara itu, tiga kelbu yang masih tinggal di Siulak Mukai membentuk Luhah bernama Luhah Depati Intan. 

Kelompok yang berasal dari Ujung Tanjung Maro Ayir Mulih, menghuni kawasan sebelah hilir dari dusun Siulak Mukai. Mereka mulanya hanya terdiri dari satu kelbu yang disebut kelbu Mukai Hilir atau Kelbu Datuk. Namun setelah penduduk kelbu ini semakin banyak, kelbu ini berkembang menjadi tiga kelbu turunan yaitu Kelbu Datuk Dewo Nyato menghuni Lahik Inti, kelbu Datuk Agung Pangulu menghuni Lahik Sinar dan Kelbu Datuk Manti Ilang di Laman menghuni Lahik Pantai.

Ilustrasi Permukiman lama Dusun Siulak Mukai, sebelum berkembang seperti sekarang
(Sumber  https://interaktif.kompas.id/baca/nenek-moyang-melawan-wabah))

Kelompok yang berasal dari Ujung Tanjung Maro Ayir Numbuk, menghuni bagian tengah dusun Siulak Mukai. Mereka membentuk kelbu yang dinamakan Kelbu Mukai Tengah atau Kelbu Sulah. Kelbu ini  berkembang menjadi lima kelbu yaitu Kelbu Sulah Putih Terawang Lidah, Kelbu Sulah Kudrat, Kelbu Sulah Besar, Kelbu Sulah Panjang Belang dan Kelbu Rajo Pangulu. Empat Kelbu tinggal di Mukai Tengah menghuni Lahik Tigo membentuk Luhah bernama Luhah Depati Singado. Sedangkan Kelbu Rajo Pengulu menghuni Lahik Kiyai dan Lahik Ampung  tetapi masuk ke dalam Luhah Depati Intan.

Tempat-tempat yang diklaim sebagai permukiman nenekmoyang bisa ditelusuri pula dengan melacak lokasi Jihat Nineik yang dikeramatkan oleh penduduk dalam satu kelbu. Hal ini bisa dibuktikan bahwa pada  lokasi-lokasi tersebut di atas banyak berdiri jihat ninek dari leluhur penduduk

Struktur Pemerintahan Adat di dalam Dusun Siulak Mukai

Setelah penduduk mengatur dan menyusun diri di dalam dusun, terbentuklah susunan pemerintah adat di Dusun Siulak Mukai. Susunan pemerintahan adat itu terdiri dari

(1) Luhah Depati Intan; di dalam Luhah Depati Intan terhimpun gelar depati yaitu

  • Depati Marajo Tuo
  • Depati Marajo Darah Putih
  • Depati Marajo Sengkar Bulan
  • Depati Marajo Hitam
  • Depati Intan Tengah Padang Tuo
  • Depati Intan Panggar Bumi Jati
  • Depati Intan Kemalo Seri
  • Depati Intan Kemalo Bumi
  • Depati Intan Maro Masumai
  • Depati Intan Majo
  • Depati Intan Susun Negeri
  • Depati Intan Alam Pangku
  • Depati Intan Kemalo Jambi
  • Depati Intan Tanah Mendapo
  • Depati Intan Tanah Mentaram
Luhah Depati Intan terbagi ke dalam dua bungkan yaitu Bungkan Rajo Indah dan Bungkan Rajo Pangulu. Selanjutnya dua bungkan ini terbagi ke dalam empat kelbu:
  1. Kelbu Anak Batino Tuo: dikepalai oleh nenek mamak yang bergelar Jindah Tuo 
  2. Kelbu Anak Batino Dalam: dikepalai oleh nenek mamak yang bergelar Rajo Indah dan Rajo Pangulu (Kelbu Rajo Pangulu berhubungan pula dengan kelbu Mukai Tengah)
  3. Kelbu Anak Jantan: dikepalai oleh nenek mamak yang bergelar Rajo Liko dan Jindah Liko
  4.  Kelbu Koto Beringin atau Kelbu Depati Marajo: pindah ke Koto Beringin dikepalai oleh nenek mamak yang berada di Koto Beringin bergelar Jagung Tuo. Kelbu Depati Marajo sebagian juga bermigrasi ke Koto Payang dan ke Koto Dua-Sungai Liuk. Di Sungai Liuk, gelar Depati Marajo berada di dalam kelbu Datuk Najo-Rio Sukodano. 

(2) Luhah Depati Sengado; di dalam Luhah ini terhimpun depati yang bergelar:

  • Depati Sengado Puncak Negeri
  • Depati Sengado Dinding Negeri
  • Depati Sengado Jahit Negeri

Luhah ini mulanya hanya terdiri dari satu bungkan yaitu Bungkan Rajo Sulah dan satu Kelbu yaitu Kelbu Mukai Tengah. Namun selanjutnya berkembang menjadi empat kelbu. Empat Kelbu ini dikepalai oleh nenek mamak yaitu Sulah Putih Terawang Lidah, Sulah Kodrat, Sulah Panjang Belang dan Sulah Besar

(3) Luhah Depati Panduko Rajo, di dalam Luhah terhimpun tiga depati yaitu:

  • Depati Panduko Rajo Tiang Setio
  • Depati Panduko Rajo Permaijati Hampar Paseko
  • Depati Panduko Rajo Permadani Hampar Paseko
Luhah Depati Panduko Rajo terdiri dari satu bungkan yaitu Bungkan Datuk-Depati Paduko Rajo dan satu kelbu yaitu kelbu Mukai Hilir atau kelbu Datuk. Kelbu ini kemudian berkembang menjadi tiga kelbu turunan yang dinamakan berdasarkan gelar dari pemimpin kelbu tersebut yaitu Datuk Dewo Nyato, Datuk Agung Pangulu dan Datuk Manti Ilang Dilaman.

Kedudukan Luhah Depati Intan di  dalam wilayah Tanah Sekudung

Dalam kesatuan wilayah adat yang lebih besar bernama Tanah Sekudung. Luhah Depati Intan memegang kekuasaan untuk melaksanakan atau mendirikan Hukum Rajo di Tanah Sekudung. Di dalam bahasa modern disebut memegang kekuasaan Eksekutif atau bila diumpamakan seperti fungsi Rajo Adat dalam sistem pemerintahan adat di Minangkabau.

Kekuasaan Luhah Depati Intan ini tertuang di dalam pepatah adat yang berbunyi:

"Apo kagedeng dio? anak tuo cucung tuo, parak rajo kebayeng rajo, jauh rajo ka genti rajo. Dio memegang pancung sulo dendo sakti, rendang breh incung ke dalam, tebu panjang keladi baisi, pisang masak diguyang-guyang, puyuh panjang ranto ketitir panjang dengung, uhang iyuk uhang timpang uhang jebul beralih rupo, pesilak indah emas jatah jati taring mentiko"

(Apakah kebesaran beliau (Luhah Depati Intan)? anak yang tua cucu yang tua, dekat raja menjadi bayangnya raja, jauh raja menjadi gantinya raja. Beliaulah yang memegang Pancung Sula denda sakti, rendang beras miring ke dalam. tebu panjang keladi berisi, pisang masak yang digoyang-goyang, puyuh  panjang rantau-ketitir panjang dengus, orang iyuk orang timpang orang cabul beralih rupa,  emas jatah jati pesilak indah taring mestika).

Di dalam pepatah adat ini disebutkan Depati Intan sebagai keturunan yang paling tua dari leluhur yang menghuni dusun Siulak Mukai. Beliau memiliki kekuasaan sebagai wakil raja untuk melaksanakan lembaga peradilan terkait dengan penegakan hukum Kerajaan Jambi di Tanah Sekudung. Peradilan yang dimaksud adalah:
  • pancung sulo-dendo sakti: memegang kekuasaan menghukum mati  pelaku kriminal berat, dan denda bagi pelaku kriminal ringan.
  • rendang beras incung kedalam: masalah pelanggaran asusila berat, orangtua menghamili anak sendiri. Atau perilaku inses, menikahi mahram sendiri yang sangat dilarang agama.
  • tebu panjang keladi berisi: masalah pelanggaran asusila berat, para gadis yang hamil tanpa melalui ikatan perkawinan yang sah
  • tebu masak diguyang-guyang: masalah pelanggaran asusila berat, para janda yang hamil tanpa melalui ikatan perkawinan yang sah
  • puyuh panjang ranto: masalah kriminal, para agitator dan penghasut yang menyebabkan kerusuhan dalam suatu kampung
  • ketitir panjang dengung: masalah kriminal, para penunggak pajak, dan mereka yang tidak mau mengikuti aturan perpajakan yang berlaku.
  • Uhang Iyuk uhang timpang, uhang jibut beralih rupo: masalah para pelaku kriminal dari wilayah adat lain yang bersembunyi atau menyamar di wilayah adat Tanah Sekudung
  • Emas Jatah Jati Rupo Pesilak Indah Taring Mustiko: Masalah harta larangan raja, temuan benda-benda mewah dan mistik baik dari tambang (emas, batuan mulia) maupun dari bagian tubuh hewan (gading gajah, cula badak) tidak boleh diambil sendiri melainkan wajib diberikan kepada raja)
Umah Gedang (Rumah Kebesaran)

Masing-masing kelbu dan luhah sebenarnya memiliki umah gedang sendiri-sendiri. Umah Gedang ini fungsinya sebagai tempat musyawarah, rapat adat dan pengadilan, tempat menyimpan barang pusaka dan menobatkan pemimpin adat yang baru. Umah gedang ini punya tingkatan masing-masing. Pertama, Umah gedang setingkat kelbu, dinamakan umah pesusun. Umah gedang tersebut hanya digunakan oleh kelbu tersebut. Biasanya setiap lahik punya satu rumah yang difungsikan sebagai umah gedang. Kedua, Umah gedang setingkat Luhah, juga dinamakan umah gedang pasusun, umah gedang ini digunakan oleh kelbu-kelbu yang terhimpun dalam satu luhah. Misalnya Umah Gedang Luhah Depati Paduko Rajo letaknya di Lahik Inti Mukai Hilir, Umah Gedang Luhah Depati Singado di Lahik Tigo(?) dan Umah Gedang Luhah Depati Intan di Lahik Kampung Dalam.

Umah Gedang Luhah Depati Intan Dusun Siulak Mukai Mudik, 2018


Keempat, Umah Celak Umah Piagam, atau Umah Gedang Tigo Luhah isi Negeri adalah umah gedang yang digunakan oleh tigo luhah isi negeri di dalam Dusun Siulak Mukai. Umah Gedang tersebut berada di Lahik Kampung Dalam, Mukai Mudik.

Umah Gedang Lahik Kampung Dalam ini, juga difungsikan sebagai rumah peradilan di tingkat Tanah Sekudung. Umah gedang ini secara khusus digunakan untuk menyidangkan para pelaku kriminal berat dan ringan yang melanggar hukum kerajaan di wilayah Tanah Sekudung. Di dalam pepatah adat disebutkan nama dari umah kebesaran Luhah Depati Intan.

"Apo namo umah gedang dio? situ tasangkut pukat panjang, situ tasangkut ambang yang liba. Ado paseko tataruh situ, namonyo celak piagam belang retno intan, kum kemalo bumi rajo"

(Apakah nama rumah kebesaran beliau (Luhah Depati Intan)? Di situlah tarsangkut pukat yang panjang, ambang yang lebar. Disitu tersimpan pusaka yang bernama celak piagam belang retna intan, kum gembala bumi raja)

Pukat yang panjang dan ambang yang lebar merupakan kiasan bahwa rumah gedang itu tempat menyidangkan para terdakwa yang melanggar hukum. Undang dan hukum diumpamakan seperti alat penjaring/penangkap ikan (pukat dan ambang) yang dapat menjerat siapa saja yang masuk ke dalamnya. Selain itu, rumah kebesaran tersebut digunakan sebagai tempat menyimpan pusaka berupa naskah piagam. Naskah itu menjadi bukti bahwa Raja Jambi melimpahkan kekuasaan peradilan pidana  kepada Depati Intan di Tanah Sekudung.

Tanah Ajun Arah Penduduk Dusun Siulak Mukai

Wilayah Tanah ajun arah atau ulayat adat adalah tanah atau lahan yang boleh dikelola oleh kelompok masyarakat adat sesuai peraturan dan konsensus adat yang berlaku sejak ratusan tahun. Batas-batas Tanah ajun arah biasanya tertuang di dalam dokumen kuno seperti naskah piagam, tembo ataupun di dalam tradisi lisan.

Wilayah pegangan Luhah Depati Intan Kembalo Bumi yang tertuang di dalam piagam disebutkan "hilir sehingga Aro Tebing Tinggi, mudik sehinggo  Gunung Berapi" (TK 175). 

Di dalam tradisi lisan, disebutkan wilayah Depati Intan yakni:
"Hilir sehinggo Tebing Tinggi, mudik sehinggo Lubuk Hitam Betung Belarik nyo berbatas dingan Yang Dipatuan Bagumbak Putih Bajanggut Merah terus ka Pelompek Tanggo Akar lalu ka Gunung Gedang Hulu Talao nyo berwatas dingan Sutan Marajo Bungsu yang memegang Rantau Duo Beleh Kuto" (Mat Sekin, 1993)

Wilayah pegangan Depati Intan Maro Masumai disebut:
"Hilir sehinggo Batu Gedang Bajajar Duo, mudik sehinggo Ladeh Bento Gunung Berapi,ingat jajar Sirajo Tuntut Gedang" (Mat Sekin, 1993;Hatta, 2002; TK 174)

Tempat lain yang menjadi Tanah Ajun Arah Luhah Depati Intan bernama Malao Siulak Dereh yang disebutkan watasnya sebagai berikut:
"Hilir Sehinggo Batu Gedang Bajaja Duo, terus ka Batu Digingsir Badak, Mudik sehinggo Napal Malintang arah dio Dipati Intan serto Rajo Indah" (Mat Sekin,1993)

Tanah Ajun Arah Rajo Pangulu, disebutkan:
 "Hilir Sehinggo Aro Rendah, Mudik Sehinggo Tunggun Hitam terus ka Napal Batakuk, mudik sehinggo Rantau Karamunting arah dio Rajo Pangulu" (Mat Sekin, 1993)

Tanah Ajun Arah Rajo Indah disebutkan:
 "di dalam Sirajo Tuntut Gedang menyisir Bukit jalan ka danau, Hilir sehinggo Maro Sungai Mancur mudik sehinggo Batu Gedang Bajaja Duo arah dio Rajo Indah" (Mat Sekin, 1993)

Kemudian ada lagi wilayah-wilayah disekitar dusun Siulak Mukai yang dibagi pengelolaannya oleh masing-masing kelbu/suku.

Batas ulayat Rajo Sulah-Depati Sengado dan Depati Intan  Kemalo Sri, disebutkan:
"di atas Batu Bapìntu ,belah tengah Lantak Emas Tujuh Balarik, belah bawah tempat Puti Seterus Mato,kalu sebelah mudik arah dio Depati Intan Kemalo Seri, kalu sebelah hilir arah dio Rajo Sulah-Depati Sengado" (Hatta, 2002)

Batas Ulayat Depati Intan Kemalo Sri dengan Depati Intan Panggar Bumi Jati, disebutkan:
"ke atas Sungai Hangat, samo tengah Sungai Bacipang Tigo, menepat ka Alu Bajajar Tigo kalu singgok itu mudik ingatkan dio Depati Intan Panggar Bumi Jati" (Hatta, 2002)

Wilayah-wilayah tersebut di atas kini sudah berkembang menjadi permukiman baru dan membentuk desa-desa pula. Sebagian besarnya berada di Kecamatan Gunung Kerinci, kecamatan Kayu Aro dan Kecamatan Gunung Tujuh.

Mengingat begitu banyaknya tinggalan nenek moyang kepada kita, mulai dari tanah ulayat, sawah dan ladang sudah selayaknya anak keturunan mereka menjaga apa-apa yang diwariskan. Bukan malah menjual, merusak dan bahkan menelantarkannya tanpa merawat. Percaya atau tidak, kesialan yang menimpa sebagian orang mungkin sekali karena mereka tidak arif lagi dalam memelihara tinggalan nenek moyang, sehingga arwah nenek moyang menyumpah dari dalam kubur.

Referensi:
1. Sunliensyar, Hafiful Hadi. 2018. Lanskap Budaya Masyarakat Kerinci di Pusat Wilayah Adat Tanah Sekudung. tesis: UGM
2. Mat Sekin,1993. Pepatah Adat dalam Tanah Sekudung (Tidak diterbitkan)
3. KH. Hatta, 2002. Tulisan Pepatah Adat dalam Tanah Sekudung (Tidak diterbitkan)
4. Voorhoeve, 1941. Tambo Kerintji (TK), TK 174 dan 175.

Komentar

Cucung Tuo Lahin mengatakan…
Bulih mintak kontak Kayo, kami nak mintak izin untuk Makai artikel Kayo ini
suaraibs mengatakan…
Terimokasih penjelasannyo kayo depati.
DevinWiranda mengatakan…
Luar biaso , terimakasih atas artikel sejarah yg kayo buat , kami penduduk asli dari koto tuo kayu aro , di bukit belakang desa koto tuo dan sungai dalam , yang di sebut dengan koto limau manis , sampai saat ini masih banyak kito temukan peninggalan peninggalan nenek moyang yang menunjukan ado nyo kehidupan di bukit koto tuo dimasa lalu , sampai saat ini masih banyak kito temukan seperti pecahan piring mangkuk kuali dan mainan berbentuk biduk yang terbuat dari tanah liat, itu yang membuat kami penasaran kenapa bisa ada benda benda kuno di bukit kami dan artikel kayo sudah menjawab semuanya , terimakasih banyak ��

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Masyarakat Kerinci

Sekilas Tentang Wilayah Adat Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh), Tanah Pegawai Rajo-Pegawai Jenang

Sekilas Sejarah Perkembangan Islam di Kerinci

Apakah Kerinci Termasuk Wilayah Minangkabau?

Menelusuri Nenek Moyang Orang Semurup berdasarkan Tembo Incung

Sejarah Siulak Dari Mendapo Semurup menjadi Mendapo Siulak, Berikut Daftar Nama Kepala Mendapo

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci