Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2021

Muhammad Awal, Bupati Kerinci Ke-5 yang Dikenang dengan Aura "Kesaktian"-nya

Gambar
Pak Awal dan Masyarakat Kerinci  Latar Belakang Keluarga Beliau terlahir dengan nama Awaluddin sekitar tahun 1937 di Dusun Baru Siulak. Ayahnya bernama Mat Tilik yang setelah berhaji mengganti nama menjadi Haji Umar. Sang ayah berasal dari Luhah Demong-Rio Bayan Dusun Baru Siulak. Sedangkan  ibunya bernama Gedung Perak, berasal dari Luhah Depati Intan Dusun Siulak Mukai. Baca juga:   Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai Tak seperti namanya, Awaludin bukanlah anak pertama melainkan anak paling bungsu. Beliau memiliki 5 orang saudara, dua perempuan dan tiga laki-laki. Kakak laki-lakinya bernama Saidi Rajo, Sabri Umar dan Zainal Abidin. Sedangkan kakak perempuannya bernama Kunci Iman dan Hadiah. Ayah Awaludin, Haji Umar, adalah kalangan aristokrat semasa pemerintahan Hindia-Belanda. Beliau pernah menjabat sebagai Kepala Mendapo Semurup sekitar tahun 1930-an. Jabatan pegawai untuk golongan pribumi pada m

Ketika Raja Minangkabau dan Pangeran Jambi Minta Bantuan Para Penguasa Kerinci

Gambar
"....Karena kami suruh berkelahi dengan orang Palembang sekarang mau lah turun Dipati Ampat lengkap dengan senjatanya. Jikalau tidak turun tanggallah setiya orang tua-tua Dipati Ampat ke bawah duli Yang Dipatuwan..." --Yang Dipatuan Paduka Seri Sultan Ahmad Syah-- Bagian Salinan Surat yang dikirim oleh Raja Alam Minangkabau kepada Penguasa Kerinci  Bicara tentang sejarah tidak melulu tentang silsilah nenekmoyang/leluhur. Akan tetapi, tentang peristiwa penting yang pernah terjadi di masa lalu dan peristiwa tersebut bisa dibuktikan dari tinggalan tertulis seperti prasasti,inskripsi dan naskah-naskah kuno.  Misalnya, peristiwa Mangalap Siddhayatra atau perjalanan suci yang dilakukan oleh Dapunta Hyang, raja Sriwijaya, dari Minanga ke Upang bersama 20000 orang tentara ditambah 1312 orang yang berjalan kaki. Sejarawan akan lebih fokus membahas peristiwa mencari Siddhayatra dari pada membahas tentang dari mana dan siapa orang tua dari Dapunta Hyang tersebut.  Kasus lain misalnya, t

Sekilas Tentang Wilayah Adat Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh), Tanah Pegawai Rajo-Pegawai Jenang

Gambar
Pemerintahan Adat Wilayah adat ini berada di sepanjang aliran Sungai Bungkal Pandan yang berhulu di atas perbukitan Dusun Pondok Tinggi dan bermuara di Sungai Batang Merao. Di sepanjang Sungai Bungkal Pandan, terdapat permukiman adat yang terdiri dari lima dusun utama yaitu Dusun Pondok Tinggi, Dusun Sungai Penuh, Dusun Baru, Dusun Empih dan Dusun Bernik. Pada masa selanjutnya, kelima dusun ini membentuk persekutuan adat yang dinamakan sebagai Mendapo Limo Dusun. Saat ini, Mendapo Limo Dusun telah berkembang menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Penuh, Kecamatan Pondok Tinggi dan Kecamatan Sungai Bungkal di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Salah satu dusun di Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh) Baca juga:  Menelusuri Nenek Moyang Orang Semurup berdasarkan Tembo Incung Secara adat, wilayah sahulu sahiliran Bungkal Pandan ini dipimpin oleh Tujuh orang Depati, Dua Orang Pemangku dibantu seorang Ngebi dan Sepuluh orang Permenti. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pepatah adat: Dipa

K.H. Muhammad Burkan Saleh: Ulama Kerinci yang Masyhur dan Aktif Menulis

Gambar
Sejak abad ke-19 M, gairah kehidupan religius di kalangan orang Kerinci sebenarnya semakin meningkat. Apalagi di abad yang sama, kaum ulama sedang gencar-gencarnya mengobarkan  semangat untuk menentang kolonialisme Belanda yang telah menganggu banyak negara merdeka, termasuk Jambi. Beberapa bukti naskah  turut memperkuat dugaan itu. Pada pertengahan dan akhir abad ke-19, orang-orang Kerinci yang berangkat ke Mekkah semakin meningkat. Mereka tidak sekedar berhaji, tetapi juga mempelajari ilmu agama. Kontak dengan jamaah haji dari wilayah lain terutama dari Aceh telah mengobarkan semangat persatuan untuk menentang penjajahan Belanda di wilayah mereka.  Sekembalinya dari berhaji, mereka digelari sebagai ulama oleh orang-orang di daerah asalnya. Hal ini karena mereka memiliki pengetahuan agama yang lebih dari masyarakat awam. Sayangnya, riwayat jamaah haji Kerinci pada abad tersebut tidak banyak diketahui. Kitab-kitab hasil tulisan mereka belum banyak ditemukan dan belum disentuh oleh pene