Sekilas Tentang Wilayah Adat Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh), Tanah Pegawai Rajo-Pegawai Jenang

Pemerintahan Adat

Wilayah adat ini berada di sepanjang aliran Sungai Bungkal Pandan yang berhulu di atas perbukitan Dusun Pondok Tinggi dan bermuara di Sungai Batang Merao. Di sepanjang Sungai Bungkal Pandan, terdapat permukiman adat yang terdiri dari lima dusun utama yaitu Dusun Pondok Tinggi, Dusun Sungai Penuh, Dusun Baru, Dusun Empih dan Dusun Bernik. Pada masa selanjutnya, kelima dusun ini membentuk persekutuan adat yang dinamakan sebagai Mendapo Limo Dusun. Saat ini, Mendapo Limo Dusun telah berkembang menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Penuh, Kecamatan Pondok Tinggi dan Kecamatan Sungai Bungkal di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi.

Salah satu dusun di Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh)

Baca juga: Menelusuri Nenek Moyang Orang Semurup berdasarkan Tembo Incung

Secara adat, wilayah sahulu sahiliran Bungkal Pandan ini dipimpin oleh Tujuh orang Depati, Dua Orang Pemangku dibantu seorang Ngebi dan Sepuluh orang Permenti. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pepatah adat: Dipati Nan Batujouh, Permanti nan Sapulouh, Mangku nan Baduea Ngebi Teh Satio Bawea.

1. Depati nan Bertujuh tersebut adalah:

  • Depati Satiudo 
  • Depati Payung
  • Depati Sungai Penuh
  • Depati Pahlawan Negaro
  • Depati Simpan Negeri
  • Depati Alam Negeri 
  • Depati Nyato Negaro

2. Dua orang Pemangku, yaitu:

  • Mangku Rajo 
  • Mangku Depati
3. Seorang Ngebi yang bergelar Ngebi Teh Santio Bawo. Dalam TK 13 disebutkan kedudukan Ngebi ini setingkat pemangku.

4. Permenti nan Sepuluh antara lain:

  • Rio Pati-Rio Mandaro
  • Rio Mendiho
  • Rio Singaro
  • Rio Jayo
  • Rio Mangkubumi
  • Rio Temenggung
  • Datuk Singarapi Putih
  • Datuk Singarapi Gagak
  • Datuk Cayo Dipati Kodrat
  • Datuk Cayo Dipati Uban
(Note: Setengah sumber tidak memasukkan Rio Mangkubumi dan memisahkan antara Rio Pati-Rio Mandaro dalam lembaga Permenti nan Sapuluh)

Tiap-tiap dusun di dalam Mendapo Limo Dusun memiliki struktur pemerintahan dan sosial pula. Dusun Pondok Tinggi terdiri dari Empat Luhah, Dusun Sungai Penuh terdiri dari Lima Luhah, dan Dusun Baru terdiri dari Tiga Luhah. Sementara itu untuk Dusun Empih dan Dusun Bernik belum didapatkan data yang mumpuni.

Status sebagai Pegawai Raja-Pegawai Jenang

Depati nan Bertujuh dalam wilayah adat Sungai Penuh tersebut memiliki kedudukan yang istimewa di dalam kerapatan Selapan Helai Kain dan Tiga Helai Kain yaitu disebut sebagai Pegawai Rajo-Pegawai Jenang-Pegawai Syarak, Suluh Bindang Alam Kerinci. Artinya, Depati Nan Bertujuh menjalankan kekuasaan peradilan agama, dan mengurusi segala hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan di dalam dua kerapatan tersebut. Oleh sebab itulah Depati nan Bertujuh ini disebut juga sebagai Kiai yang Bertujuh serta berstatus sebagai Pegawai Raja-Pegawai Jenang dan tanah kekuasaan mereka juga disebut sebagai Tanah Pegawai Raja-Pegawai Jenang. Tampaknya status tersebut disandang oleh Depati nan Bertujuh, setelah Pangeran Sukarta Negara mengirimkan surat sekitar tahun 1192 Hijriah disertai titah untuk menguatkan hukum syara' di wilayah Kerinci.

Para pejabat adat di Mendapo Limo Dusun-Sungai Penuh

Batas Ulayat

Batas ulayat Tanah Pegawai Raja-Pegawai Jenang (Mendapo Limo Dusun) tertuang di dalam naskah Tambo Kerintji (TK) 04 dan TK08 ditanbah dengan tradisi lisan yang ditulis oleh Budi Isroni.

Dalam TK 04 disebutkan:

"....mudiknya hingga Sekungkung Mati dan hilirnya hingga Sialang Belantak Besi dan ke baruhnya (ke bawahnya) hingga Kemantan Mati lalu menuju Palis Serumpun  lalu ke Lubuk Tuba-Tuba lalu menuju Aur Berlarik...."

Dalam TK 08 disebutkan, ingatan tanah Datuk Caya Depati dan Datuk Singarapi Dusun Empih:

".... sebelah darat  Sialang Balantak Besi di atas Dusun Tanjung Pauh, berwatas dengan Depati Padang Tanjung Pauh. Sebelah bawah itu,  Batu Sandaran Galeh, berwatas dengan Depati PadangSebelah ke hilir, Ketelak Bersusun berwatas dengan Depati PadangSebelah ke air, dengan Bane Tumbuk  Tigo berwatas dengan Rio Gagah-Rio Cinto, Semerah. Sebelah di air itu, Dusun Koto Padang. Sebelah di air itu, Tanah Kampung Kecik dengan Depati Sungai Lago Kecik. Sebelah ke bawah, berwatas dengan Tunggak Rajo-Rio Depati. Dan dari situ terus ke Palis Serumpun lalu ke Pantak Tumbuk Tigo berwatas dengan Bagindo Rajo Mudo Tanah Kemantan. Dan sebelah Mudik dengan Air Sungai Sampur berwatas dengan Rio Jung Pangjinak Semurup. Dan di sebelah di atas itu Tempat Nenek Suluh Rantai Sekilan di Koto Limau Sering..."

Batas tanah dalam tradisi lisan yang ditulis oleh Budi Isroni (2012):

"Mana batas tanah Pegawai Raja-Pegawai Jenang? Bateh di ilea di ateh Batu Sandaran Galeh, di bawah Kama’a (kaladoi) Dipijak Bajah, bawateh dengan Depati Anom-Rio Para. Di tengah Sjentik lebe janta..? di mudik Air Gedang (Batang Merao) Kato Pagawe Rajea, bawateh dengan Depati Ita (hitam?), Satanjok Galieh kato Depato Hitam Tanah Kampung, saimbeh talampung jagung kato Depati Galeu? Depati Nyampea. Kok bateh dayi Betun Batakoak Sarang elang, kok di mudik Sungai Sampun basuo Lantak Tumbuk Tigo, Pulai Serumpun Bujang Peliang Hilang Dilaman, ingat Sangapai, mudik Pematang Kurus tempat membunuh Kambing Irang Kinantan Tandouk, hulu bawateh dingan Nek Rubiah Warno Kayao. Mana Batas Tanah Depati Payung dengan Dusun Gedang? Di hilir Bandar Jayea, di tengoh Batu Panjang, di mudik Batu Taganteung"

Terjemahan:

Manakah batas tanah Pegawai Raja-Pegawai Jenang? Batas di hilir, Batu Sandaran Galeh di bawah Kema'a Dipijak Gajah berwatas dengan Depati Anum-Rio Perang (Dusun Tanjung Pauh). Di tengah Sijentik Lebe Jantan, di mudik Air Gedang (Batang Merao), kata Pegawai Raja berwatas dengan Depati Hitam. Setanjak Galah (sejauh tanjakan galah), kata Depati Hitam Tanah Kampung. Selempar Talampung Jagung (sejauh lemparan bonggol jagung), kata Depati Galang-Depati Nyampai. Jikalau batas di air, Betung Bertakuk Sarang Elang, kalau di mudik Sungai Sampur bertemu Lantak Tumbuk Tigo, Pulai (Palis?) Serumpun, Bujang Paniyam Ilang di Laman. Ingatan Singarapi, Mudik Pematang Kurus tempat membunuh Kambing Irang Kinantan Tanduk. Hulu berwatas dengan Nek Rubiah Warna (Reno) Kayo. Manakah batas Tanah Depati Payung dengan Dusun Gedang? di hilir Bandar Jaya, di tengah Batu Panjang, di mudik Batu Tegantung.

Asal-usul

Masyarakat adat umumnya memiliki mitologi, hikayat, tambo dan legenda terkait dengan asal-usul mereka. Orang Toraja misalnya percaya bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari langit dan menikahi perempuan di bumi. Begitu pula orang Melayu, dalam hikayatnya, mereka meyakini diri sebagai keturunan Sang Sapurba yang menikahi Putri Demang Lebar Daun di Bukit Seguntang.

Struktur yang sama juga terdapat di dalam tembo yang menerangkan asal-usul penduduk di wilayah Tanah Bungkal Pandan, Pegawai Rajo-Pegawai Jenang, Mendapo Limo Dusun. Tembo tersebut ditulis di atas tanduk kerbau menggunakan Surat Incung. Prasasti tanduk ini dianggap sebagai pusaka oleh penduduk setempat.  

Salah satu di antara tembo Incung yang menjadi rujukan adalah naskah tanduk pusaka Datuk Singarapi Putih Dusun Sungai Penuh (TK 81-20). Prasasti tanduk ini pernah dibaca oleh Voorhoeve di tahun 1927, kemudian dibaca lagi oleh Voorhoeve (1941). Isi prasasti ini hampir serupa dengan, prasasti tanduk pusaka Depati Sungai Laga, meskipun terdapat beberapa perbedaan nama tokoh.

Baca juga: Empat Prasasti Tanduk dari Mendapo Rawang Berhasil Dibaca Ulang, Ini Isinya!

Ringkasan isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang dua orang leluhur yang bernama Siak Lengih atau Syeikh Samilullah atau Malin Sabiyatullah (laki-laki) yang menikahi perempuan bernama Ninek Ami bergelar Dayang Berani (Beranai). Mereka bermukim di Sungai Kunyit yang kemudian dirintis menjadi permukiman bernama Kuta Pandan (Koto Pandan). Pernikahan tersebut dikurniai sembilan orang anak, dua laki-laki dan tujuh perempuan.

Dua laki-laki tersebut bernama Siak Mahudun dan Jang Angsi, dokumen lain menyebutkan namanya adalah Jang Diwar dan Jang Ari. Sedangkan di dalam tanduk Incung Depati Sungai Laga, mereka bernama Jang Angsi dan Jang Ari. Di dalam TK 18, Dua anak lelaki ini menikahi anak perempuan dari Kiai Temenggung dan dibawa "semendo surut" ke Koto Pandan.

(Catatan: Semendo surut artinya pihak wanita lah yang mengikuti atau menetap di lingkungan keluarga suami. Biasanya dalam adat semenda-bersemenda, pihak laki-lakilah yang menetap di lingkungan keluarga istri, karena menyalahi kelaziman makanya disebut semendo surut)

Sedangkan lima dari tujuh anak perempuan, hanya dua orang yang menetap di Koto Pandan yaitu Na Macit dan Na Bukat (gelar Na ini kadang juga diganti menjadi Andir dalam naskah lain).  Sementara lima orang lainnya, semenda surut mengikuti suami mereka. Andir Ukir dan Andir Bingin ke Kuto Bingin. Andir Kuning/Na Kuning ke Tanah Hiang dan Na Capa ke Tebing Tinggi. Sementara itu, Andir Dayang ke Koto Renah kemudian menurunkan tokoh leluhur lain yang bernama Bujang Paniyam.

Baca juga: Tanah Hiang: Jejak-Jejak Permukiman Kuno di Kerinci dan Penghuninya

Lebih lanjut di dalam TK 18 diterangkan bahwa Siak Mahudun (anak laki-laki Siak Lengih) ini bergelar Datuk Singarapi. Sementara itu, Jang Angsi juga memiliki dua anak lelaki yang masing-masing bergelar Datuk Singarapi dan Datuk Caya Dipati. Tampaknya, gelar ini terus diturunkan dari generasi ke generasi hingga sekarang dan termasuk dalam lembaga Permenti nan Sepuluh di dalam Tanah Bungkal Pandan (Pdj/Red).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Gedang, Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Traditional Architecture of Kerinci Ethnic

Mengenal Cabe Suhin, Kuliner Khas Tradisional Kerinci

Mengenal SINAR BUDI: Dari Generasi ke Generasi Mempopulerkan Tale Kerinci

Muhammad Awal, Bupati Kerinci Ke-5 yang Dikenang dengan Aura "Kesaktian"-nya