Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

[Video] Ulasan Tentang Naskah Undang-Undang Tanjung Tanah sebagai Naskah Berbahasa Melayu Tertua di Dunia dari Kerinci

Gambar
Para ahli sebelumnya berpendapat bahwa naskah berbahasa Melayu tertua berasal dari masa Islam. Hal ini didasarkan pada dua buah surat yang dikirim oleh Sultan Abu Hayat kepada Raja Portugal . Surat itu ditulis pada abad ke-16 M dengan menggunakan aksara Jawi atau Arab Melayu serta menggunakan bahasa Melayu.  Akan tetapi, pandangan itu runtuh pasca ditemukannya naskah kuno dari Kerinci, Jambi, Sumatera. Naskah ini minimal berusia 100 tahun lebih tua dari surat Sultan Abu Hayat. Naskah ini terdiri dari 34 halaman, ditulis menggunakan aksara Sumatera Kuno atau Kawi Sumatera dan aksara Incung serta dengan berbahasa Melayu.  Naskah ini dikenal luas sebagai Naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah. Namanya ini didasarkan pada tempat penemuannya dari dusun Tanjung Tanah, Mendapo Seleman. Sebuah kampung kecil di tepi utara Danau Kerinci. Sebenarnya, keberadaan naskah ini sudah diketahui sejak tahun 1941. Akan tetapi, statusnya sebagai naskah berbahasa Melayu tertua baru diketahui sejak tahun 2

Menelusuri Keberadaan Masjid Kuno di Kawasan Siulak, Kerinci

Gambar
Salah satu bangunan masjid tradisional dari Kerinci, lokasi dusun tidak diketahui. Sumber Tropenmuseum Banyak yang bertanya kepada penulis, apakah hanya Pondok Tinggi, Pulau Tengah dan desa-desa di Lempur saja yang mempunyai masjid kuno di kawasan Kerinci? Masjid kuno yang dimaksudnya adalah masjid kayu beratap tumpang, berarsitektur dan berukir khas Kerinci seperti yang masih bisa disaksikan di Pondok Tinggi dan Pulau Tengah. Tentu saja penulis menyangkalnya, dikarenakan di masa lalu tiap-tiap dusun atau wilayah persekutuan dusun pastilah memiliki sebuah bangunan masjid. Hal ini terkait dengan aturan atau undang-undang adat yang berlaku di Kerinci. Suatu dusun atau wilayah persekutuan dusun haruslah memiliki bangunan peribadatan yang disebut masjid, atau paling tidak dalam ukuran lebih kecil yang disebut surau.  Aturan tersebut tertuang dalam beberapa tradisi lisan masyarakat. Seperti di dalam Undang-Undang Negeri berbunyi " ado parit yang tabentang, ado lebuh ado tapian, ado bal

Mengenal Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Masyarakat Kerinci

Gambar
Sebuah keluarga di Kerinci (Sumber: Tropenmuseum) Pendahuluan Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Agar interaksi itu berlangsung dengan baik, diperlukan adanya komunikasi termasuk dalam hal menyapa orang lain.  Di Indonesia, kata sapaan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena masyarakat hidup dalam norma-norma dan tradisi yang masih berlaku hingga kini. Salah menyapa bisa berakibat fatal.  Bayangkan saja bila kata sapaan yang seharusnya digunakan untuk perempuan digunakan untuk menyapa seorang laki-laki atau kata sapaan untuk yang lebih muda digunakan untuk menyapa orangtua. Bisa heboh dunia persilatan. Kita akan dicap sebagai orang yang tidak punya sopan santun.  Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga. Dalam Bahasa Indonesia, kata sapaan terbagi lagi dalam beberap

Misteri Hubungan antara Orang Kerinci dengan Harimau Sumatera

Gambar
Harimau Sumatera (ilustrasi) Beberapa artikel yang diterbitkan oleh National Geographic Indonesia tentang Harimau Sumatra dan konflik dengan manusia di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), telah membuat saya tergugah untuk menuliskan bagaimana hubungan orang Kerinci dengan harimau dari apa yang saya ketahui.  Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan budaya Kerinci, sedikit banyak saya pernah mendengar berbagai mitos terkait dengan harimau Sumatra yang berhabitat di area  sekitar TNKS, di sekitar area permukiman dan perladangan penduduk.  Keberadaan Harimau Sumatra hingga saat ini sangatlah menarik. Hal ini karena mereka relatif bisa bertahan dari kepunahan dibandingkan dengan Harimau Jawa dan Harimau Bali. Saya menganggap penyebab kelestarian harimau sumatra hingga kini salah satunya karena tradisi masyarakat setempat.  Namun kini, tradisi itu sudah mulai hilang dan mitos-mitos yang mengiringi eksistensi harimau kian lenyap hingga konflik-konflik yang melibatkan an

[Video] Menguak Asal Usul Suku Kerinci dari Jambi, Sumatera

Gambar
Mari lihat asal usul orang Kerinci melalui tayangan youtube berikut, jangan lupa subscribe, like, dan bagikan 

Penyebab Banyaknya Tinggalan Arkeologi Kerinci yang Belum Ditetapkan sebagai Cagar Budaya

Gambar
Masjid Kuno di Lempur dalam Kondisi Rusak. Foto Budaya Kerinci Kerinci merupakan wilayah yang kaya dengan sumber daya arkeologi atau tinggalan purbakala. Banyak penelitian arkeologi  berskala nasional bahkan internasional yang pernah dilakukan di wilayah ini.  Sayangnya, tinggalan arkeologi tersebut diacuhkan bahkan diabaikan oleh masyarakat pemilik dan pemerintahnya. Saya pernah menyaksikan sendiri fenomena seperti ini.  Beberapa waktu yang lalu, saya melihat bangunan kuno penuh ukiran khas Kerinci berusia kira-kira di atas 100 tahun, dibongkar sendiri oleh pewarisnya.  Kayu-kayunya dipotong untuk dimanfaatkan kembali pada bangunan yang lain. Kalau tidak dirobohkan, dibiarkan dimakan rayap dan cuaca yang buruk hingga lapuk dan roboh dengan sendirinya.  Kondisi yang sama juga dialami oleh megalitik dan benda-benda pusaka bernilai seperti naskah-naskaah, senjata, tekstil dan perhiasan kuno, keramik cina hingga benda perunggu era prasejarah yang dibiarkan tidak terawat.  Biasanya,

Mengenal Tradisi Ngadu Tanduk dari Kerinci

Gambar

Tabuh: Beduk Kuno Raksasa dari Bumi Kerinci

Gambar
Tabuh Aga di Kemantan pada Tahun 1980-an. Dolumentasi BPCB Jambi "Duk, duk, duk..." suara yang pasti dinantikan oleh setiap insan di bulan ramadan ini. Pasalnya ia menjadi penanda masuknya waktu berbuka sekaligus menjadi penanda waktu salat. Di Masjid Agung Semarang, tiga puluh menit sebelum azan salat Jumat, beduk selalu dipukul pada setiap jeda lantunan Al Quran. Ia menjadi pengingat bagi umat Islam bahwa sebentar lagi azan jumat akan dikumandangkan. Hal serupa juga dijumpai di Masjid Al-Quds, Kudus, beduk yang terletak di atas menara kuno itu selalu dibunyikan menjelang azan, terutama azan Magrib. Tak harus jauh-jauh ke masjid tersebut, stasiun televisi juga kerap menayangkan suaru beduk ini sebelum azan Magrib.  Beduk memang sangat identik dengan tradisi muslim di Indonesia dan Malaysia. Gendang berukuran raksasa ini, diletakkan di sebelah masjid, surau atau langgar. Ia senantiasa dipalu sesaat sebelum azan. Suara menggema yang dihasilkannya akan terdengar di seluruh