Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Gedang, Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Jihat Depati Rajo Simpan Bumi, Padang Jambu Alo, Siulak Gedang
(Sumber: Zarmoni)

Dusun Siulak Gedang

Dusun Siulak Gedang adalah perkampungan yang terletak di sebelah hulu lembah Kerinci, tepatnya di sisi barat aliran Sungai Batang Merao yang membelah lembah. Dusun ini berada di sebelah utara muara sungai yaitu pertemuan antara Sungai Ayir Lingkat atau Sungai Nyuruk dengan Batang  Merao. Saat ini Dusun Siulak Gedang terbagi menjadi enam desa yaitu Desa Siulak Gedang, Desa Pasar Siulak Gedang, Desa Telago Biru, Dusun Dalam, Bandar Sedap dan Koto Tengah. Desa-desa ini berada di dalam kecamatan Siulak, Kerinci. 

Secara adat Dusun Siulak Gedang terdiri dari kelompok masyarakat adat yang tersusun atas tigo luhah dan perbakalo bungkan yang empat. Tigo Luhah tersebut adalah Luhah Temenggung, Luhah Sirajo dan Luhah Jagung. 

Luhah Temenggung terbagi dalam dua bungkan yaitu  Bungkan Temenggung Belah Mudik yang terdiri dari satu kelebu yaitu Kelbu Gedang atau Kelbu Temenggung Belah Mudik dan bungkan Temenggung Belah Hilir yang terdiri dari satu kelbu yaitu Kelbu Temenggung Kayo atau Kelbu Temenggung Hilir.

Luhah Sirajo terdiri dari satu bungkan yaitu Bungkan Sirajo-Rio Mudo. Bungkan ini terdiri dari dua kelbu asal yaitu kelbu Sirajo dan kelbu Rio Mudo. Kelbu Sirajo berkembang lagi menjadi dua kelbu yaitu kelbu Sirajo Belah Mudik dan Kelbu Sirajo Belah Hilir.

Luhah Jagung terdiri dari satu bungkan yaitu bungkan Jagung Marajo Indah. Bungkan ini terdiri dari beberapa kelbu yaitu kelbu Jagung, kelbu Rajo Pilih dan Kelbu Rajo Bujang.

Asal-Usul Penduduk

Setiap kelbu/suku yang menghuni Dusun Siulak Gedang umumnya memiliki sejarah nenek moyang tersendiri. Sejarah nenek moyang ini, dapat ditelusuri dari naskah-naskah kuno seperti tembo. Akan tetapi, naskah semacam ini sangat sulit diakses karena dianggap benda keramat.

Selain itu, bisa ditelusuri dari tradisi lisan seperti "nyaro" yang menjelaskan suatu perjalanan nenek moyang. Pengetahuan tembo yang terdapat dalam "nyaro" ini umumnya dimiliki oleh para balian (shaman) setiap kelbu/suku. 

Penelusuran lain bisa melalui tradisi yang masih hidup di masyarakat yakni ritual "ziarah" di petilasan nenek moyang yang dianggap keramat/suci. Tempat-tempat suci ini umumnya berada di tempat yang pernah dihuni atau dilalui oleh nenek moyang mereka di masa lalu. 

Ada beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat mula-mula yang dihuni oleh nenek moyang penduduk dusun Siulak Gedang. 

Pertama, kelompok nenek moyang yang menghuni Koto Limau Manih kemudian bermigrasi/pindah ke wilayah yang lebih rendah. Mereka turun dari Koto Limau Manih ke Koto Batu, tetapi kemudian mereka berpindah dengan jalur berbeda yang ditempuh oleh kelompok yang turun ke Koto Jiwa. Kelompok ini justru melewati jalan Arah Barat menuju Tutung Bungkuk terus ke Koto Rendah. Kemudian berjalan ke selatan hingga menjumpai dua bukit kecil di dataran lembah. Di kaki bukit itu mereka mendirikan permukiman yang disebut Koto Tinggi.

Dari Koto Tinggi, kelompok ini berpindah lagi dengan menyusuri sungai Ayir Lingkat (Sungai Lingkat) hingga sampai di sekitar muaranya (pertemuan Ayir Lingkat dan Batang Merao). Di sisi selatan aliran Ayir Lingkat mereka melihat daratan yang luas yang ditumbuhi sejenis pohon Jambu yang disebut Jambu Alo. Di sanalah mereka merintis permukiman baru yang dinamakan Dusun Padang Jambu Alo. 

Kelompok kedua, berasal dari Renah Jiluwai yaitu dataran lembah di kaki Gunung Bungkuk. Lembah ini berada di sisi barat perbukitan barisan  yang melewati Lembah Kerinci. Dari Renah Jiluwai kelompok ini turun ke Lembah Kerinci di sisi barat. Mula-mula menuju Koto Jering, dari Koto Jering menuju Koto Jelir. Dari Koto Jelir mereka turun ke tempat yang lebih rendah. Di sana mereka juga merintis permukiman bernama Koto Juang. Dari Koto Juang kelompok ini berpindah lagi ke Padang Jambu Alo. 

Kelompok ketiga, berasal dari permukiman Kuno bernama Koto Merantih Tinggi. Koto ini berada di atas bukit sisi Timur desa Tarutung yang terletak antara Pengasi dan Pulau Sangkar, Timur Laut Danau Kerinci. Kelompok leluhur ini bergerak ke arah utara melewati Sandaran Agung, kemudian naik ke Koto Jelatang. Dari Koto Jelatang mereka mengikuti aliran Sungai Batang Sangkir, melewati Penawar dan Tanah Kampung. Setelah sampai di Muara Batang Sangkir, mereka berjalan ke arah hulu Batang Merao hingga sampai ke Tanah Rawang. Dari Tanah Rawang mereka naik ke Koto Beringin-di atas bukit Sungai Liuk kemudian menyusuri kaki bukit ke arah hulu hingga sampai ke Koto Jelir. Dari Koto Jelir mereka turun ke Guguk Tinggi dan kemudian mendirikan permukiman di kaki Guguk Tinggi yang diberi nama "Ujung Tanjung Melako Kecik Koto Beringin". Kelompok-kelompok leluhur inilah yang nantinya bersepakat untuk mendirikan permukiman yang lebih besar bernama Dusun Siulak Gedang.

Ilustrasi Dusun Siulak Gedang
Sumber: H.H. Sunliensyar, 2018

Dua Kelompok leluhur yang menghuni Padang Jambu Alo, harus berpindah hanya beberapa puluh meter ke arah utara atau sisi utara Ayir Lingkat atau Sungai Nyuruk. Konon ketika itu, Padang Jambu Alo sering diganggu makhluk halus bernama "Hantu Cindai" sehingga tidak aman lagi untuk dihuni. 

Baca juga: Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Kelompok pertama menghuni sisi selatan dusun Siulak Gedang mendirikan Lahik yang disebut Lahik Temenggung. Dan keturunan mereka menamakan diri sebagai Luhah Temenggung. Kelompok kedua juga menghuni sisi selatan, mendirikan rumah di sisi barat Lahik Temenggung yang dinamakan Lahik Sirajo. Sebagian dari mereka juga menyebar ke arah utara dan membentuk permukiman bernama Dusun Dalam Keturunan kelompok kedua ini menamakan diri sebagai Luhah Sirajo.  Kelompok ketiga dari Ujung Tanjung Melako Kecik berpindah ke selatan dan mendirikan rumah di sisi utara (mudik) dusun Siulak Gedang bernama Lahik Jagung. Keturunan kelompok ketiga ini disebut sebagai Luhah Jagung Marajo Indah. 

Struktur Sosial dan Pemerintahan Adat

Setelah masyarakat tersusun dan teratur di permukiman baru bernama Dusun Siulak Gedang. Maka dibentuklah suatu pemerintahan adat yang disebut Bungkan perbakalo yang Empat, Tigo Luhah Isi Negeri. 

Tigo Luhah isi negeri tersebut terdiri dari

(1) Luhah Temenggung, disebut juga sebagai Luhah Rajo Simpan Bumi di dalam Luhah ini terhimpun depati yaitu:

  • Depati Singado Tuo
  • Depati Agung
  • Rajo Simpan Bumi Tunggun Setio Alam
  • Rajo Simpan Bumi Hampar Setio Alam
  • Rajo Simpan Bumi Karang Setio Tanah Indopuro
  • Rajo Simpan Bumi Berdarah Putih Tudung Negeri

Luhah ini membentuk dua  bungkan yang isinya terdiri dari  kelbu yaitu: (1) Kelbu Temenggung  Hilir atau Kelbu Temenggung Kayo dan (2) Kelbu Temenggung Belah Mudik atau Kelbu Gedang. Di dalam Luhah ini terhimpun nenek mamak yang menggunakan gelar Temenggung dan Sulah, yaitu:

  • Temenggung Nyato Dipati
  • Temenggung Kayo
  • Temenggung Adil Bicaro
  • Temenggung Adil Kayo
  • Temenggung Pasak Negeri
  • Temenggung Rio Bayan
  • Sulah Putih Terawang Lidah
(2) Luhah Sirajo, di dalam Luhah ini terhimpun depati, yaitu
  • Depati Mangku Bumi Tuo Suto Menggalo
  • Depati Mangku Bumi Payung Alam
  • Depati Mangku Bumi Tuo Tanah Mendapo
  • Depati Mangku Bumi Tuo Karangsetio
  • Depati Senyalo
  • Depati Semurup Anggonalo
  • Depati Semurup Awang Malilo
Luhah Sirajo membentuk satu bungkan yang disebut Bungkan Sirajo dan terbagi ke dalam dua kelbu asal yaitu Kelbu Sirajo Belah Hilir dan Kelbu Sirajo Belah Mudik. Di dalam kelbu ini terhimpun para nenek mamak yang menggunakan gelar Sirajo dan Rio Mudo. Selanjutnya kelbu Sirajo berkembang menjadi beberapa kelbu lagi yang dikepalai oleh nenek mamak bergelar:

  • Sirajo Tumbuk Kerih
  • Sirajo Tuntut Gedang
  • Sirajo Pandak
  • Sirajo Panjang
  • Sirajo Pekih Adil Bicaro
  • Sirajo Tunggan
  • Sirajo Payung Alam
  • Sirajo Tunggal
  • Sirajo Tahil
  • Sirajo Duo Kaduduk
  • Rio Mudo

(3) Luhah Jagung Marajo Indah, di dalam Luhah ini terhimpun depati yang menggunakan gelar:

  • Depati Sungai Langit Gedang
  • Depati Sungai Langit Kecik
  • Depati Mandaro Langit
  • Depati Mandaro Udo

Luhah Jagung Marajo Indah membentuk satu bungkan dan satu kelbu asal yang dikepalai oleh nenek mamak yang bergelar Jagung dan Rajo Pilih. Selanjutnya kelbu asal ini berkembang menjadi banyak kelbu turunan yang dikepalai oleh nenek mamak yang bergelar:

  • Jagung Tuo Nyato Dipati
  • Jagung Tuo Susun Negeri
  • Jagung Indah Besar
  • Jagung Jakso
  • Jagung Panjang Rambut
  • Jagung Batuah
  • Rajo Pilih
  • Rajo Bujang
Depati-Nineik Mamak dalam acara Kanuhi Ajun Arah Dusun Siulak Gedang

Kedudukan Luhah Rajo Simpan Bumi di Tanah Sekudung

Di dalam kesatuan wilayah adat bernama Tanah Sekudung, Dusun Siulak Gedang merupakan pusat atau ibunegeri dari wilayah adat ini. Dusun ini merupakan tempat bermukimnya Luhah Rajo Simpan Bumi yakni berada di dalam Luhah Temenggung atau di dalam kelbu Temenggung Kayo. Luhah Rajo Simpan yang menjalankan fungsi sebagai "Anak Batino Tuo". Artinya, luhah inilah yang mengurusi keperluan perbekalan dan perjamuan, menerima dan mengurus keperluan tamu-tamu agung seperti para raja, utusan raja dan depati dari wilayah adat lain yang memasuki wilayah adat Tanah Sekudung. Sebagaimana dalam pepatah adat Kerinci, tugas anak batino adalah "menerima mendah datang petang, melepeh mendah balik pagi, bekembang lapik-bakembang tika, bapiuk gedang-batungku jarang, bakatin sirih-batemih pinang". Selain menjalankan fungsi sebagai Anak Batino Tuo, Luhah Rajo Simpan menjalankan fungsi pengawasan, perpajakan dan penegakan hukum Syariat/Serak di Tanah Sekudung.

Secara lebih jelas, kedudukan dari Luhah Rajo Simpan Bumi disebutkan dalam pepatah adat yang berbunyi:

Apo Kagedeng dio? ka air babungo pasir, kadarat ba bungo kayu, ka sawah babungo emping, ka tembang babungo emas, dio anak batino tuo,bakembang lapik ba kembang tika. Apo Pangkat Rumah Gedang dio: Umah Gedang Umah Pasusun. Ado Pasko tataruh situ: naruhkan lantak yang idak guyih, naruhkan kait ngan idak sekah, naruh ka kain Suri Langit, naruh ka kungkung padi gedang, naruh ka bulie cincin cinto ado, naruh ka teropong yang amat teruh, naruh ka cermin yang idak kabu, nyermin ka kito yang duo luhah.

Terjemahan: Apakah kebesaran beliau? ke sungai berbunga pasir, ke darat berbunga kayu, ke sawah berbunga emping, ke tambang berbunga emas, beliaulah anak batino tuo yang membentangkan lapik dan tikar (untuk para tamu agung). Apakah pangkat dari rumah kebesaran (umah gedang) beliau? rumah gedang rumah persusunan. Ada pusaka yang disimpan di situ, yaitu mempunyai lantak yang tiada goyah, menpunyai kait yang tidak sekah,  mempunyai kain suri langit, mempunyai kungkung padi besar, mempunyai buli cincin Cinto Ado, mempunyai teropong yang amat terus, mempunyai cermin yang tidak kabur, untuk mencerminkan kita yang dua luhah (Luhah Depati Intan dan Luhah Depati Mangku Bumi)

Di dalam pepatah ini disebutkan bahwa kedudukan Luhah Rajo Simpan Bumi yang mengurusi segala macam bentuk perpajakan yang diistilahkan sebagai "bungo", pajak aktivitas di sungai berupa pasir/terhitung harga pasir, pajak aktivitas di hutan atau wilayah yang jauh dari air adalah kayu/atau terhitung harga kayu, pajak dari sawah dan ladang berupa emping/harga emping (beras yang diolah menjadi emping), dan pajak dari aktivitas penambangan berupa emas. Hasil pajak itu disimpan oleh Luhah Rajo Simpan Bumi dan dikeluarkan untuk kepentingan adat. Selain itu, disebutkan fungsi beliau sebagai anak batino sebagaimana yang telah disebut sebelumnya.

Kedudukan Luhah Rajo Simpan Bumi juga dikiaskan dalam bentuk benda-benda pusaka yang disimpan di dalam rumah gedang atau rumah kebesarannya. Seperti lantak yang tidak goyah-kait idak sekah merupakan kiasan untuk Kitab Suci Alqur'an sebagai sumber hukum yang tidak pernah goyah dan rusak sepanjang zaman. Luhah ini menyimpan kitab suci alqur'an sebagai simbol bahwa mereka menjalankan fungsi penegakan hukum syara' dan mengurusi masalah keagamaan lainnya.

Benda pusaka lainnya yang menjelaskan kedudukan beliau adalah kungkung padi gedang dan bulie cinto ado. Kungkung padi gedang dan buli cinto ado adalah simbol bahwa beliau menyiapkan segala kebutuhan pangan dan berbagai keperluan lainnya bila dilaksanakan perkumpulan dan persidangan besar yang melibatkan orang-orang besar di dalam Tanah Sekudung, para raja atau depati dari wilayah adat lain. Keperluan itu dikeluarkan dari hasil pajak yang diperoleh di Tanah Sekudung.

Cermin Kuno, salah satu pusaka yang disimpan oleh Luhah Rajo Simpan Bumi

Fungsi pengawasan dari Luhah Rajo Simpan Bumi, dikiaskan dengan simbol teropong dan cermin. Bahwa Luhah Rajo Simpan Bumi senantiasa mengawasi dari jauh pekerjaan para depati dari dua luhah yang lain apakah sudah sesuai dengan landasan hukum adat dan Syara' atau tidak.

Barang pusaka serta pepatah adat di atas menunjukkan bahwa Luhah Rajo  Bumi diserahi kekuasaan peradilan agama serta ekonomi dan perpajakan oleh para Kesultanan di masa lalu. Kekuasaan peradilan agama mirip dengan kekuasaan Rajo Ibadat dalam konteks pemerintahan di Minangkabau.

Umah Gedang

Tiap luhah di dalam dusun Siulak Gedang memiliki umah gedang sendiri-sendiri di dalam lahik yang mereka huni. Namun, umah gedang yang difungsikan bersama oleh tiga luhah di dalam dusun Siulak Gedang adalah Umah Gedang Rajo Simpan Bumi yang berada di Lahik Tengah atau Lahik Temenggung. Rumah Gedang ini juga memiliki kedudukan penting di dalam lingkup Tanah Sekudung karena rumah ini disebut sebagai Umah Gedang Umah pasusun, yakni tempat persusunan dan perkumpulan dari Depati Tigo Luhah yang berkuasa di Tanah Sekudung.  Dengan demikian, Umah Gedang inilah yang menjadi tanda bahwa dusun Siulak Gedang merupakan pusat atau ibunegeri dari wilayah adat Tanah Sekudung.


Umah Gedang Rajo Simpan Bumi, Luhah Temenggung, Siulak Gedang

Selain itu di masa lalu, Umah Gedang ini digunakan untuk menerima dan menyambut tamu-tamu agung seperti raja maupun utusan raja (jenang). Fungsi umah gedang Rajo Simpan Bumi semakin jelas dengan adanya tanah lapang (gelanggang) di halaman rumah, "penganjung" (bagian lantai rumah yang ditinggikan) di dalam rumah dan "pasuguh agung" yakni susunan batu yang dulunya digunakan sebagai tempat mengorbankan kerbau saat sumpah karangsetio dilakukan.

Tanah Ajun Arah (Ajun Arah)

Wilayah Tanah ajun arah atau ulayat adat adalah tanah atau lahan yang boleh dikelola oleh kelompok masyarakat adat sesuai peraturan dan konsensus adat yang berlaku sejak ratusan tahun. Batas-batas Tanah ajun arah biasanya tertuang di dalam dokumen kuno seperti naskah piagam, tembo ataupun di dalam tradisi lisan.

Dalam tradisi lisan disebutkan pegangan dari Luhah Rajo Simpan Bumi adalah:
Hilir Sehinggo Gao Tenang, ka darat Guguk Batungku Tigo terus ka Gunung Kuduk Jawi (Mat Sekin, 1993: 43)


Belah Hilir Gao Tenang, belah Mudik Gunung Bungkuk, ka darat Tebat Ayir Lupak terus jalan ka Sungai Galiguh, tarentak ka Barung Telang, tatepat ka Sako Kecik (Muntahar Temenggung Titin Dirajo, 2016)

Tempat lain yang disebut sebagai Tanah Ajun Arah Luhah Rajo Simpan Bumi adalah Malao Siulak Tenang yang watas-watasnya adalah:

Hilir Sehinggo Batu Bengkuang, mudik sehinggo Titin Akar, arah dio Rajo Simpan Bumi sarato Temenggung (Mat Sekin, 1993)

Selain itu disebutkan juga tanah ajun arah para nenek mamak yang bermukim di Dusun Siulak Gedang, seperti

"Hilir sehinggo Rantau Karamunting, mudik sehinggo Rantau Siamang Jatuh arah dio Sirajo Payung Alam; Hilir sehinggo Rantau Siamang Jatuh, ulak Lubuk Batu Baduri, mudik sehinggo  Batu Gedang Bajajar Duo terus ka Batu Uncin Putih arah dio Sirajo Tuntut Gedang; Manyisir jalan ka Padun Tinggi mudik sahinggo ujung Bukit Tengah, jalan terus ka Sungai Pegeh terus ka Tutung Kapeh tatepat ka Tutung Bungkuk hilir sehinggo Maro Sungai Jambu arah dio Sirajo-Rio Mudo (Mat Sekin, 1993)

Manolah arah Rio Mudo? sebelah hilir Aro Tebing Tinggi, sebelah di air arah Rajo Sulah-Dipati Singado, sebelah tumpun Bendar Cigeng, menepat ka tempat Ninek Bujang Agung, itulah arah Rio Mudo (M. Hatta, 2002)

Manolah arah Temenggung Nyato Dipati? sebelah hilir Bendar Cigeng, sebelah di air Tanjung Kemintan, sebelah mudik Muaro Sungai Lingkat, sebelah tumpun Kuto Aur, itulah arah dio Temenggung (M.Hatta, 2002)

Manolah arah Jagung Tuo Nyato Dipati? ke air ke Ayi Gedang (Sungai Batangmerao), sebelah hilir Maro Sungai Lingkat, sebelah mudik Guguk Rendah Guguk Tinggi, sebelah tumpun tempat Tuanku Imam Besar itulah arah Jagung Tuo (M. Hatta, 2002)


Mengingat begitu banyaknya tinggalan nenek moyang kepada kita, mulai dari tanah ulayat, sawah dan ladang sudah selayaknya anak keturunan mereka menjaga apa-apa yang diwariskan. Bukan malah menjual, merusak dan bahkan menelantarkannya tanpa merawat. Percaya atau tidak, kesialan yang menimpa sebagian orang mungkin sekali karena mereka tidak arif lagi dalam memelihara tinggalan nenek moyang, sehingga arwah nenek moyang menyumpah dari dalam kubur.

Referensi

1. Sunliensyar, Hafiful Hadi. 2018. Lanskap Budaya Masyarakat Kerinci di Pusat Wilayah Adat Tanah Sekudung. tesis: UGM
2. Mat Sekin,1993. Pepatah Adat dalam Tanah Sekudung (Tidak diterbitkan)
3. KH. Hatta, 2002. Tulisan Pepatah Adat dalam Tanah Sekudung (Tidak diterbitkan)
4. Muntahar, 2006. Pepatah adat dalam Tanah Sekudung (Tidak diterbitkan)
5. Zarmoni Temenggung Rio Bayan Putih, 2015. Legenda Siulak Gedang 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Masyarakat Kerinci

Mengenang Petrus Voorhoeve, Penemu Awal Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dan Penyusun Tambo Kerintji

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Sejarah Siulak Dari Mendapo Semurup menjadi Mendapo Siulak, Berikut Daftar Nama Kepala Mendapo

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Apakah Kerinci Termasuk Wilayah Minangkabau?