Ketika Raja Minangkabau dan Pangeran Jambi Minta Bantuan Para Penguasa Kerinci


"....Karena kami suruh berkelahi dengan orang Palembang sekarang mau lah turun Dipati Ampat lengkap dengan senjatanya. Jikalau tidak turun tanggallah setiya orang tua-tua Dipati Ampat ke bawah duli Yang Dipatuwan..."

--Yang Dipatuan Paduka Seri Sultan Ahmad Syah--

Bagian Salinan Surat yang dikirim oleh Raja Alam Minangkabau kepada Penguasa Kerinci 

Bicara tentang sejarah tidak melulu tentang silsilah nenekmoyang/leluhur. Akan tetapi, tentang peristiwa penting yang pernah terjadi di masa lalu dan peristiwa tersebut bisa dibuktikan dari tinggalan tertulis seperti prasasti,inskripsi dan naskah-naskah kuno. 

Misalnya, peristiwa Mangalap Siddhayatra atau perjalanan suci yang dilakukan oleh Dapunta Hyang, raja Sriwijaya, dari Minanga ke Upang bersama 20000 orang tentara ditambah 1312 orang yang berjalan kaki. Sejarawan akan lebih fokus membahas peristiwa mencari Siddhayatra dari pada membahas tentang dari mana dan siapa orang tua dari Dapunta Hyang tersebut. 

Kasus lain misalnya, tentang Mahapatih Gajah Mada. Di dunia sejarah, sejarawan akan fokus membahas kiprah dari sang tokoh dalam kerajaan Majapahit seperti sumpah palapa, dan penaklukan untuk menyatukan Nusantara, ketimbang membahas siapa orang tuanya dan darimana ia berasal. Selain sangat sulit untuk mendapatkan data yang valid, bahasan tersebut bukanlah hal yang dianggap menarik melainkan hanya pemanis dalam pendahuluan narasi sejarah. 

Baca juga: Belajar dari Sejarah Masa Lampau: Belenggu Hutang dan Awal Kehancuran Kesultanan Jambi

Peristiwa sejarah penting itu juga pernah terjadi di Kerinci di masa lalu. Namun sayang sekali, peristiwa bersejarah tersebut luput dari perhatian bahkan tidak diketahui sama sekali oleh orang Kerinci. Karena mungkin mereka berebut mengklaim diri sebagai masyarakat yang kampungnya paling tua atau leluhurnya yang paling dekat dengan raja.

Periswa sejarah yang dimaksud mengenai bagaimana hubungan politik masa lalu yang melibatkan orang Kerinci dengan dua kerajaan besar di Sumatera Tengah yaitu Jambi dan Minangkabau. Sebagaimana yang tergambar di dalam penggalan isi surat di bagian paling atas artikel ini.

Salinan dokumen surat tersebut disimpan di Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Universitas Leiden. Isinya kemudian dibaca dan dibahas oleh Sunliensyar dalam artikelnya yang berjudul "Surat-Surat Kerajaan untuk Penguasa Kerinci: Tinjauan terhadap Naskah Cod.Or. 12.326 Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden". Artikel ini terbit di Jurnal Jumantara Vol.10 no. 2, pada tahun 2019 yang lalu.

Baca selengkapnya di sini: Surat-Surat Kerajaan untuk Penguasa Kerinci: Tinjauan terhadap Naskah Cod.Or. 12.326 Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden

Menurut Sunliensyar, surat kerajaan tersebut dikirim oleh Yang Dipatuan Paduka Seri Sultan Ahmad Syah Ibn Seri Sultan Iskandar Zulkarnain. Raja Alam Minangkabau yang berdiam di Pagaruyung dan menjabat  antara tahun 1676-1695 M. Namun di dalam isi surat juga terdapat pesan dari Pangeran Suta Wijaya atau Pangeran Suta Mangunjaya. Ia merupakan Mangkubumi (perdana menteri) dari Sultan Maharaja Batu, raja jambi pada periode yang sama.

Surat tersebut ditujukan kepada para penguasa di Kerinci yakni Depati Empat, Pemangku Lima dan Depati yang berjumlah 44 orang. Sebagaimana bunyi kutipan surat:

"...Bahwa ini  titah duli Dipatuwan Paduka Seri Sultan Ahmad Syah Ibn Seri Sultan Iskandar Dzulkarnain serta titah duli yang Sultan bangsa yang mempunyai kayu qamat [...] Telah kami junjungkan pada segala hamba kami, sekarang kami junjungkan kepada hamba kami Dipati Ampat Pamangku Lima serta Dipati yang Ampat Puluh Ampat ....."

Latar Belakang Sejarah

Setelah Sultan Jambi yang bernama Sultan Anum Ingalaga atau Sultan Abdul Muhyi diasingkan oleh Voc ke Batavia, anaknya yaitu Pangeran Depati dan Pangeran Pringgabaya terlibat konflik perebutan kekuasaan. Mereka mengklain diri berhak menjadi raja dan mendapat sokongan dari masyarakat. Adanya konflik tersebut menyebabkan kerenggangan hubungan Jambi dengan orang Kerinci. Orang Kerinci saat itu tidak ada yang mau pergi ke Jambi untuk berbagai keperluan. Hal ini juga disebut oleh Pangeran Suta Wijaya dalam surat:

"....selama ini kami  berkelahi duwa bersaudara ,patutlah Dipati Ampat tiada mau lagi turun..."

Untuk mengesahkan kekuasaannya, dua pangeran tersebut memerlukan sokongan politik baik dari kerajaan lain maupun dari rakyat yang ada di Jambi. Pangeran Depati mendapat dukungan dari VOC dan Kesultanan Palembang. Ia dinobatkan sebagai raja dengan gelar Sultan Kiai Gede dan menempati keraton Tanah Pilih. Ia juga didukung oleh sebagian besar rakyat di Jambi Ilir, juga penguasa kampung yang bersempadan dengan wilayah Kesultanan Palembang.

Baca juga: Empat Prasasti Tanduk dari Mendapo Rawang Berhasil Dibaca Ulang, Ini Isinya!

Sementara itu, Pangeran Pringgabaya mendapat dukungan politik dari Yang Dipertuan Ahmad Syah, raja alam Minangkabau serta sebagian besar masyarakat di Jambi bagian Hulu. Pangeran Pringgabaya kemudian membangun pusat pemerintahan tandingan di Mangunjayo, Tebo dan dinobatkan sebagai raja Jambi dengan gelar Sultan Seri Maharaja Batu Johan Pahlawan Syah.

Yang Dipertuan Ahmad Syah memang sosok yang menentang keras dominasi VOC di Kepulauan Melayu. Bahkan, ia pernah memobilisasi banyak Sultan untuk berperang dan menolak berhubungan dengan VOC. Perseteruan antara VOC vs YDP Ahmad Syah, kini bertransfomasi dalam bentuk baru setelah perseteruan dua pangeran Jambi. Perseteruan itu kini melibatkan dua blok yakni Blok Hilir yang terdiri dari VOC-Kesultanan Palembang-Sultan Kiai Gede dan blok hulu yang terdiri dari Pagaruyung dan Sultan Maharaja Batu.

Di segi logistik, jumlah pasukan dan persenjataan tentu saja Blok Hulu kalah jauh dibandingkan dengan Blok Hilir. Blok Hulu membutuhkan tambahan pasukan dan senjata untuk melawan Blok Hilir yang dibantu oleh Palembang. Oleh sebab itu, Blok Hulu ini membutuhkan bantuan dari para penguasa di Kerinci.

Hal ini lah yang menyebabkan Yang Dipertuan Ahmad Syah dan Pangeran Suta Wijaya (Mangkubumi dari Sultan Raja Batu) mengirim surat kepada para penguasa di Kerinci. Mereka mengatakan membutuhkan bantuan dari orang Kerinci untuk melawan orang Palembang yang berencana masuk ke hulu guna meruntuhkan kekuatan Blok Hulu.

".....Karena kami  suruh berkelahi dengan orang Palembang sekarang mau lah turun Dipati Ampat lengkap dengan senjatanya, jikalau tidak turun tanggallah setiya orang tuwa-tuwa Dipati Ampat ke bawah duli Yang Dipatuwan....", pesan Yang Dipertuan Ahmad Syah

"....Sekarang ini orang Palembang hendak merusak kami, jika  lagi teguh setiyanya dengan Raja Batu datang kepada anak cucung Raja Batu, mangu lah turun dengan segala senjata kamu....", ujar Pangeran Suta Wijaya

Akhir Kisah

Sayangnya surat ini memberikan informasi yang sangat terbatas sehingga tidak ketahui apakah orang Kerinci bersedia membantu Blok Hulu atau tidak. Namun yang pasti bahwa persekutuan antara Yang Dipertuan Ahmad Syah dengan Sultan Maharaja Batu, hancur beberapa tahun setelahnya. Beberapa sumber sejarah menyebut, Sultan Maharaja Batu telah mencampuri terlalu jauh urusan penguasa negeri yang ada di perbatasan Jambi-Minangkabau, padahal penguasa negeri tersebut di bawah otoritas Pagaruyung.

Baca juga: Kisah Depati yang Memancing Amarah Pangeran Jambi

Karena kehilangan sokongan politik, Sultan Maharaja Batu harus kalah melawan kakaknya. Ia dibuang ke Batavia seperti sang ayah. Kakaknya berkuasa penuh atas Jambi meski tidak lama setelahnya ia pun wafat karena wabah. 

Selanjutnya, anak-anak Sultan Kiai Gede yang menjabat sebagai sultan juga wafat tidak lama menjabat. Konon Sultan Kiai Gede dan keturunannya telah dikutuk ketika mereka naik tahta karena Sultan Kiai Gede juga berseteru dengan ayah kandungnya sendiri di masa lalu. Sultan-sultan Jambi yang menjabat di masa seterusnya adalah keturunan dari trah Maharaja Batu dan mereka terus mengeluarkan surat-ssurat piagam yang diperuntukkan kepada penguasa lokal di Kerinci.

Referensi:

H.H., Sunliensyar. 2019. "Surat-Surat Kerajaan untuk Penguasa Kerinci: Tinjauan terhadap Naskah Cod.Or. 12.326 Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden". Jurnal Jumantara Vol.10 no. 2, hlm.163-180

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Petrus Voorhoeve, Penemu Awal Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dan Penyusun Tambo Kerintji

Mengenal Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Masyarakat Kerinci

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Keramik Cina Tertua yang Ditemukan di Indonesia Berasal dari Kerinci

Tabuh: Beduk Kuno Raksasa dari Bumi Kerinci

Menelusuri Nenek Moyang Orang Semurup berdasarkan Tembo Incung