Naskah Incung dari Sungai Tutung Ini Berisi Kisah Nabi Adam

Ruas Pertama Naskah Incung Ini Asan Pulung (TK 125/EAP117/44/1/6)
Sumber: British Library

Nabi Adam merupakan sosok nabi dan manusia pertama dalam kepercayaan agama Samawi seperti Yahudi, Nasrani, dan Islam. Kisahnya banyak diceritakan di dalam kitab suci baik di dalam al-Kitab maupun di dalam al-Qur'an. Di dalam kitab suci tersebut Adam diceritakan diciptakan dari tanah kemudian ditiupkan ruh sehingga menjadi manusia. Kisah Adam berlanjut dengan hadirnya sosok Hawa sebagai istri Adam, hingga diturunkan ke dunia dari surga akibat melanggar larangan Tuhan.

Kisah Adam juga dimuat di dalam kitab-kitab ulama klasik, misalnya di dalam kitab Qishas al-Anbiya karangan Ibnu Katsir dan kitab Tarikh al-Rusul wa al-Muluk karangan at-Thabari. Di Nusantara turunan kisah Adam ditulis dalam naskah-naskah lokal misalnya di dalam Naskah Samud Ibnu Salam dan Naskah Ambiya Pegon. Umumnya, naskah berisi kisah Adam ditulis menggunakan turunan aksara Arab seperti aksara Pegon dan Arab-Melayu (Jawi).

Hal menarik dijumpai di Sumatera, yakni kisah Adam justru ditulis dalam naskah lokal beraksara Ulu yakni aksara turunan Sumatera Kuno. Beberapa naskah lokal asal Sumatera yang membahas kisah Adam ditemukan di Bengkulu seperti dalam naskah Ulu Asal Mulo Jibarain Nempo Adam yang dibahas Abas Musofa.

Tidak hanya di Bengkulu, naskah lokal yang berisi kisah Nabi Adam ditemukan pula di Kerinci. Naskah tersebut ditulis menggunakan Surat Incung--aksara lokal Kerinci--kerabat dekat aksara Ulu di Bengkulu. Naskah tersebut dibahas secara apik oleh Sunliensyar di dalam artikelnya yang berjudul Kisah Nabi Adam di dalam Naskah Incung Ini Asan Pulung dari Kerinci.

Baca Selengkapnya: Kisah Nabi Adam di dalam Naskah Incung Ini Asan Pulung dari Kerinci

Naskah Incung Ini Asan Pulung (IAP) merupakan naskah yang ditulis pada media lima ruas bambu dengan panjang lebih kurang 175 cm. Menurut Sunliensyar, naskah ini mungkin naskah Incung pada bambu terpanjang yang telah ditemukan. Naskah Incung IAP pertama kali ditemukan oleh Petrus Voorhoeve pada tahun 1941. Ia memberi kode naskah tersebut dengan nomor TK 125. Voorhoeve hanya mengerjakan alihaksara tersebut dengan metode diplomatis sehingga hasilnya kurang maksimal. Oleh sebab itu, isi naskah masih belum terungkap secara sempurna. 

Baca juga:  Mengenang Petrus Voorhoeve, Penemu Awal Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dan Penyusun Tambo Kerintji

Pendataan kedua dilakukan oleh Tim EAP117 dari British Library diketuai oleh Uli Kozok pada tahun 2007. Mereka kemudian menomori kembali naskah tersebut dengan kode EAP117/44/1/6. Hasil digitalisasi yang dilakukan oleh tim tersebut masih dapat diakses melalui situs British Library.

Naskah Incung IAP merupakan pusaka simpanan Depati Anum Muncak Alam dari Dusun Sungai Tutung, Mendapo Kemantan. Saat ini berada di wilayah administratif kec.Air Hangat Timur, Kab. Kerinci. Naskah ditulis menggunakan aksara Surat Incung dengan teknik gores dalam bahasa Kerinci. Kondisi fisik naskah masih cukup bagus, meskipun ada bagian yang telah rapuh. Pada bagian tersebut goresannya telah memudar sehingga tidak terbaca. Menurut Sunliensyar, naskah IAP terdiri dari 92 baris. Namun, kisah Nabi Adam hanya terdapat pada baris ke-1 hingga ke-40 atau dari ruas bambu pertama hingga ketiga.

Lebih lanjut di dalam pembahasannya, kisah Adam di dalam naskah IAP sangat menarik. Pasalnya si penulis naskah tampak menyusun kembali kisah Adam dari berbagai sumber kitab keagamaan dengan menambahkan unsur cerita lokal. Oleh sebab itu, kisah Adam yang ada di dalamnya amat jauh berbeda dengan kisah Nabi Adam yang berkembang dan diketahui saat ini.

Sunliensyar mencontohkan, tentang peran tokoh Rasulur Alah atau Rasulullah dalam menciptakan bumi, langit, dan tokoh Nabi Adam sangat dekat dengan narasi Nur Muhammad yang mengawali segala penciptaan. Sehingga sangat jelas, ada pengaruh Sufistik di dalam kisah Adam ini. Persamaan lain dengan teks keagamaan lain adalah latar waktu penciptaan Adam setelah penciptaan langit dan bumi, sama dengan cerita di dalam naskah Hikayat Nabi Adam. Begitu pula, dengan penciptaan istri Adam dari tulang rusuk kirinya sama dengan pendapat dari ulama-ulama klasik seperti Ibnu Katsir dan at-Thabary.

Lukisan Adam dan Hawa dalam kitab Keagamaan dari Iran

Perbedaan mendasar tentang kisah Adam juga ditemukan di dalam naskah ini. Misalnya, naskah IAP menyebutkan bahwa bumi dan langit juga tercipta dari tanah sementara di dalam hikayat Nabi Adam justru tercipta dari air dan buih. Naskah IAP juga bercerita tentang larangan memakan makanan tertentu. Namun latar waktunya sangat berbeda yakni sebelum penciptaan Hawa. Sementara cerita umum yang diketahui terjadi setelah penciptaan Hawa. Perbedaan lain adalah tentang anak-anak Adam. Empat orang anak Adam yang umum diketahui bernama Qabil, Habil, Labuda, dan Iqlima sementara dalam naskah IAP bernama Sauka, Nabiuka, Saina, Nabihina.

Selain itu, proses pemberian nyawa Adam juga sangat berbeda dari apa yang diyakini saat ini. Di dalam naskah IAP, nyawa Adam dimasukkan dengan tepukan tangan kanan Jibrail di bagian ubun-ubun. Sementara itu, kisah umum yang berkembang adalah melalui tiupan ruh.

Lukisan Proses penciptaan Adam (pinterest)

Unsur lokal Kerinci juga sangat kentara di dalam naskah IAP. Hal ini tampak dari beberapa hal. Pertama, pelafalan bahasa Arab menurut aksen orang Kerinci. Kata Allah ditulis Alah, kata Rasulullah ditulis Rasuluh alah atau Rasulur alah, kata Jibrail ditulis Jibarail atau Jibarahin, kata astaqfirullah ditulis satapirlah, dan kata alhamdu ditulis lahamdu.

Kedua, penambahan tokoh Bumi Empat Mendarap di dalam cerita Adam. Tokoh ini diceritakan berbentuk bayang-bayang dan berjalan layaknya manusia. Ketiga, penambahan cerita tanaman-tanaman yang pertamakali diciptakan mengiringi penciptaan bumi seperti rumput, sembuang, sidaguri, dan pohon pulai. Keempat, penciptaan payudara (susu) pada Adam terjadi belakangan, setelah Rasulullah memerintahkan Jibrail mendirikan dua mejan atau tugu batu di tubuh Adam. Sebagaimana bunyi teks:

Muka dirikan mijan iyang duwa ulih Jibarain di badan Adam itu. Itu asan kita barasusu” (baris 36-38) 

(Maka didirikanlah mejan yang dua oleh Jibrail di badan Adam itu. Itulah asal kita memiliki susu).

Pada kesimpulannya, Sunliensyar mengatakan bahwa penulis naskah IAP menyusun ceritanya berdasarkan pemahaman masyarakat kala itu tentang kisah Adam yang berasal dari berbagai sumber-sumber kitab keagamaan. Penulis juga menambahkan berbagai unsur lokal cerita Kerinci yang lahir dari kultur masyarakat Kerinci itu sendiri sehingga narasi Adam yang tersusun sangat berbeda dari apa yang dipahami oleh umum. Di samping itu, sangat kaya dengan unsur-unsur kelokalannya yang membedakannya dengan narasi Adam di tempat lain di Nusantara.


Alihaksara Naskah Ini Asan Pulung

Ini asan pulung, sabalun gumi langit ini,/ sabalun bulan bintang ini jadi, sabalun lahin dan batin/ ini jadi. Muka ada Rasuluh Alah dititah akan Alah Hutala itu manjadi/ akan Gumi Ampat Mandarap, muka ada Jibarain ini mandatang akan/ sambah kapada Sabaanar Alah, muka Alah batitah akan Rasulur Alah muka di-/ urut awaknya muka ada tanah kapada Rasulur Alah muka/ dibarikan kapada Jibarain muka diparatiga ulih Ji-/ barain. Muka kata Rasulur Alah tanah di tangan itu Jiba-/ rain ambur ka bawah muka manjadi bumi sapa(ra)ti icay kapas/ Bahu(a)ka(n) sabuwah diambur ka datas manjadi langit. Kata Ra-/sulur Allah, lagi sabuwah itu parabuwat Bumi Ampat Manda(ra)p/[A]jibarain tiyada tahu barabuwat {Gu}mi Ampa{t} Mandarap muka diliyat Rasulur Alah itu manitik akan ayir/ matanya, muka diambik tanah itu ulih Jibarain muka dibuwat/ Gumi Ampat Mandarap menjadi sapa(ra)ti bayang bayang. Bahuakan muka ba-/ titah Jibarain, hir Rasulur Alah apa akan nyawa Adam i-// ni anyah tanay akan jari kanan itu, tapuk kamubun Adam itu. Muka kata/ Jibarain itu, amba sakali ini maliyat nyawa Alah mu-/ ka diri tiyada tahu kay sungguh jari diri. Muka (di)patapuk akan/ kamubun Adam itu, talakar muka baranyawa anya. Sudah alah iluk/ muka kuwap manyarak mulutnya dibaik muka mangucap Satapirlah./ Sudah kuwap muka sampay baik, muka baasin tapanti kapala baik mangucap/ Lahamndu muka sampay baik.

Muka bajalan Gumi Hampat Mandarap itu saa-/ ntan, muka manyurung gumi langit kita ini manjadi alam basar ini./ Taradiri matahari, bulan dan bintang, umput dan sabuwang dan sandaguri/ sada itu  alah  dulu  jadi. Muka jadi pula Kayu Pulay itu sabap hanya ma-/ njadi aluh Kayu Tuwa itu. Muka batitah Rasulur Alah sasat Adam/ itu, ambuh hanya babini. Muka disasat ulih Jibarain ambuh a-/(ngka)w babini Gumi Hampat Mandarap ini kini, ambuh kata anya. Muka mana sasat/ Rasulur Alah, ini Adam kita satunda baduwa, ini jangan kita makan./ Tidak iya Alah iya tuwan aku Rasuluh Alah, aku andak makan juga. Takala a/kaw andak makan, jangan kita satunda apa pamakan makan tan aku ini tuwan a//nyah makan akaw. Takala [a] babuwat makan makan itu imbaw juga aku kata anya. Muka hanya la-/ lu mangirat ka Makah, muka diturut ulih Jibarain basuwa sapaduwan jalan. Muka/ manyagih mangacap Rasulu Alah tacanta kapada Adam muka bapasan kapada Jibarain kata a-/ kan kapada Adam diri akan mijan iyang duwa di badan Adam itu. Muka diri-/ kan mijan iyang duwa ulih Jibarain di badan Adam itu. Itu asan kita ba-/ rasusu. Muka baasin Adam itu tababut tulang usuk anya sabalah manjadi/ parampun muka manjadi laki bini muka baanak urang ampat Sauka, Nabiuka, Saina, Na-/biina .......


Referensi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Gedang, Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Traditional Architecture of Kerinci Ethnic

Mengenal Cabe Suhin, Kuliner Khas Tradisional Kerinci

Sekilas Tentang Wilayah Adat Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh), Tanah Pegawai Rajo-Pegawai Jenang

Mengenal SINAR BUDI: Dari Generasi ke Generasi Mempopulerkan Tale Kerinci

Muhammad Awal, Bupati Kerinci Ke-5 yang Dikenang dengan Aura "Kesaktian"-nya