Marak Pencurian Kulit Manis di Kerinci, Inilah Solusi Pencegahannya!

Kayu manis yang baru dicuri orang (ilustrasi)


Kayu Manis (Cinnamomum) atau Kulit Manis atau Cassiavera merupakan salah satu tanaman rempah yang diminati sejak dulu kala. Kayu ini menghasilkan kulit yang berorama harum, pedas dan manis. Kayu manis dianggap sebagai tanaman rempah yang pertama kali dimanfaatkan oleh manusia. Bangsa Mesir Kuno telah memanfaatkan kayu manis untuk keperluan bumbu makanan dan pembalseman mayat, bahkan tanaman ini disebut-sebut di dalam Kitab Injil.

Kayu manis tidak bisa tumbuh di sembarang tempat. Hanya beberapa kawasan di dunia yang menghasilkan tanaman ini seperti Srilanka, Vietnam, Kawasan China bagian Selatan dan Indonesia. Pusat perkebunan Kayu Manis di Indonesia terletak di pedalaman Kerinci, Jambi. Sekitar 90 persen kayu Manis Indonesia berasal dari kawasan ini.

Kerinci memiliki kayu manis dengan spesies sendiri yang disebut sebagai cinnamomum burmanii atau Korintje atau Indonesian cinnamon. Diduga, tanaman kayu manis Kerinci awalnya tumbuh liar di hutan-hutan Kerinci. Masyarakat asli di sana mengumpulkan kulit tanaman ini dari hutan kemudian di jual kepada bangsa Eropa. Budidaya kayu manis mulai digalakkan oleh orang Kerinci ketika wilayah ini menjadi bagian dari Hindia-Belanda  sejak tahun 1903. Orang Kerinci menanam kayu manis di area-area ladang atau area tanah belukar kawasan wilayah adat mereka.

Pada masa itu, kayu manis Kerinci memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran Eropa. Banyak orang Kerinci yang menjadi kaya raya dari perkebunan kayu manis,dan banyak orang Kerinci yang naik haji dari hasil kayu manis tersebut. Padahal pergi haji di masa Belanda tidaklah murah dan mudah.

Harga kayu manis di pasar Eropa memanglah sangat fluktuatif atau berubah-ubah. Pamor kayu manis naik turun seiring dengan naik turunnya harga kayu manis. Tahun 1970-an, harga kayu manis kembali meningkat pesat namun setelah itu meredup untuk waktu yang sangat panjang.  Kayu manis Kerinci kembali bangkit lima tahun belakangan ini, setelah harga membaik di pasar Eropa, bahkan pemerintah Kerinci menjalin hubungan niaga spesial dengan Negara Belgia.

Sayangnya, harga yang cukup tinggi telah menarik minat para tangan-tangan jahil untuk mencuri kulit kayu manis di kebun-kebun pemiliknya. Ladang kayu manis biasanya jauh dari tempat tinggal pemilik, Mereka tidak tinggal di ladang dan hanya ke ladang dalam waktu tertentu saja.Misalnya seminggu sekali, dua hari sekali dan lain sebagainya. 

Hal ini karena kayu manis tidak membutuhkan perawatan ekstra layaknya tanaman lain, dan hanya bisa dipanen setelah beberapa tahun.Oleh sebab itu, kebun kayu manis  hanyalah tabungan aset bagi orang Kerinci, dan hanya dipanen ketika mereka benar-benar membutuhkan uang. Mereka punya pekerjaan lain yang dilakoni seperti petani padi, petani kentang, petani kopi, pedagang, pns, buruh dan lain sebagainya

Kesempatan inilah yang dimanfaatkan para pencuri. Mereka datang ke kebun kayu yang ditinggal oleh pemiliknya. Mereka mengambil kulit kayu manis bagian bawah, sedapat yang mereka ambil. Kayu manis yang telah dikuliti ini otomatis akan mati, dan mereka hanya menyisakan bagian atas untuk sipemilik. Bayangkan, si pemilik yang menunggu bertahun-tahun harus kehilangan harta mereka ulah sipencuri jahil tersebut.

Baca Juga: Tanah Hiang, Jejak-Jejak Permukiman Kuno di Kerinci dan Penghuninya

Sebenarnya, pencurian kulit manis tidak hanya ada sekarang. Di masa lalu, sekitar tahun 1970-an, pencurian kayu manis juga meraja lela. Para pencuri ini muncul seiring dengan membaiknya harga kayu manis. Untuk mengatasi pencurian tersebut, orang-orang Kerinci sudah membuat aturan tersendiri. Dan ini terlihat dari dokumen-dokumen lama yang masih ada sekarang. Bagaimana cara mengatasinya?

1. Perizinan Penebangan Kayu Manis

Meskipun menebang atau menguliti kayu manis milik sendiri. Seseorang harus mengurus surat izin terlebih dulu kepada kepala dusun atau kepala desa tempat kebun kayu manis itu berada. Sebuah dokumen yang dikeluarkan pada tahun 1974 inilah buktinya (lihat gambar).


Dokumen Surat Izin Penebangan Kayu Manis (boedayakerinci.blogspot.com)

Di dalam dokumen tersebut terlihat, kepala desa mengeluarkan surat izin kepada orang yang bernama Mat Tukang untuk menebang kayu manis milik sendiri sebanyak 40 batang, perkiraan berat 350 kg dan usia rata-rataya 6 tahun. Surat tersebut dikeluarkan oleh kepala dusun, tempat kebun kayu manis itu berada. 

Perizinan seperti ini patut dicontoh. Orang-orang yang menebang kayu manis tanpa surat izin dianggap sebagai tindakan ilegal dan dapat dikenai sanksi sesuai hukum yang berlaku. Tidak peduli ia menebang kayu manis milik sendiri. Hal ini sebenarnya dilakukan untuk mencegah praktek pencurian.

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Orang Kerinci Harus Berhenti Menjual Tanah Kepada Orang Asing

2. Penertiban Tengkulak atau Penampung Kayu Manis

Suatu ketika admin pernah melewati jalan Siulak Deras-Kayu Aro-Pelompek di sore hari. Di titik-titik tertentu banyak sekali pembeli/penampung kayu manis yang siap membeli kulit manis basah (kayu manis yang baru di panen) dari siapa saja. Dan penjualnya itu sangat-sangat mencurigakan. Mereka menggunakan motor dengan topi penutup muka dan helm dengan sejumlah kulit manis yang diikat di bagian belakang motor. Apakah mereka benar menebang kayu manis milik sendiri? 

Para tengkulak semestinya ditertibkan. Mereka harus diberi izin dulu oleh pemerintah sebelum menampung kayu manis dari petani. Para tengkulak yang tak berizin dapat dilarang beroperasi atau melakukan praktek jual beli dimanapun.

3. Aturan Praktek Jual-Beli Kayu Manis Dibuat dan Dipertegas

Sebenarnya, desa-desa di Kerinci yang memiliki perkebunan kayu manis di wilayahnya dapat membuat aturan sendiri (aturan pemdes) terkait dengan perizinan penebangan kayu manis maupun praktek jual beli kayu manis. Mereka dapat membuat sanksi atau denda bagi mereka yang melanggar aturan.

Ilustrasi Para penjual kayu manis (sumber: Pencinta Adat Kerinci Grup FB)

Misalnya, bagi mereka yang menebang kayu manis tanpa mengurus perizinan di denda sekian juta. Atau aturan praktek jual-beli kayu manis misalnya para tengkulak harus melapor terlebih dahulu di desa tempat mereka melakukan jual beli dan mereka wajib menyerahkan daftar nama penjual kayu manis sebelum meninggalkan tempat tersebut kepada pemerintah desa. Para tengkulak yang melanggar di sanksi sekian-sekian juta. Hasil dari sanksi tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat di desa bersangkutan.  

4. Pulihkan Fungsi Kaum Adat

 Jumlah polisi yang sangat minim tidak akan mampu mengatasi pencurian kayu manis apalagi kebun- kayu manis luasnya berhektar hektar dan jauh dari permukiman warga. Itulah mengapa fungsi kaum adat perlu dibangkitkan kembali. 

Di dalam masyarakat adat Kerinci, ada petugas atau pegawai adat yang disebut sebagai Ninek Mamak. Ninek mamak ini memiliki tupoksi atau tugas yang tertuang di dalam pepatah adat "bakebun ujo baladang lueh, ngurungka petang malepeh pagi, rantau parak diulangi rantau jauh dikelano". Pepatah ini menunjukkan bahwa ninek mamak memiliki fungsi pengawasan terhadap seluruh masyarakat yang menempati wilayah adat mereka. Masyarakat yang gerak-geriknya mencurigakan dan melanggar aturan adat dapat disanksi atau didenda oleh ninek mamak sesuai dengan aturan adat yang berlaku.

Ninek Mamak dari wilayah Adat 3 Luhah Pamuncak Tanah Semurup (sumber antarafoto.com)

Sebenarnya, tidak harus membuat aturan baru, setiap desa cukup dengan mengembalikan fungsi kaum adat atau memanfaatkannya secara maksimal. Hukum adat sebenarnya telah mengatur semua hal terkait dengan kehidupan sosial masyarakat Kerinci. Apalagi mereka yang melakukan tindakan pencurian. Para pencuri akan terkena pasal "pucuk undang yang selapan" yakni curi-maling. Para pencuri ini akan dikenai denda sebanyak sekayu hingga dua kayu kain. Uang denda tersebut menjadi hak ninek mamak yang menyelesaikan perkara tersebut. Selain itu, para pencuri wajib mengembalikan apa yang mereka curi kepada si pemilik sebagaimana hukum adat Kerinci yang berbunyi "salah makan dimuntahkan, salah pakai dipelulus, salah tarik mengembali".

Empat poin di atas bisa dijadikan acuan dalam rangka mengatasi pencurian kayu manis yang semakin marak di Kerinci. Tentu saja, ini membutuhkan sokongan dan kerjasama dari semua elemen masyarakat demi kepentingan bersama. Orang-orang yang beradab punya aturan hidup yang perlu dipatuhi untuk kehidupan yang baik. Jangankan kita orang Kerinci, suku-suku yang hidup di rimba-pun punya aturan, tidak bisa semena-mena!

Baca Juga: Riwayat Dusun Siulak Gedang: Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Petrus Voorhoeve, Penemu Awal Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dan Penyusun Tambo Kerintji

Mengenal Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Masyarakat Kerinci

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Keramik Cina Tertua yang Ditemukan di Indonesia Berasal dari Kerinci

Tabuh: Beduk Kuno Raksasa dari Bumi Kerinci

Menelusuri Nenek Moyang Orang Semurup berdasarkan Tembo Incung