Cerita Miris dari Kerinci! Air Bersih Langka di Negeri "Seribu" Sungai



Jika kita mendengar di TV, berita tentang wilayah Afrika yang dilanda kekeringan. Maka kita menganggapnya sebagai hal yang wajar. Karena wilayah tersebut adalah wilayah gurun dengan iklim panas. Begitu pula ketika kita melihat berita, bahwa saudara kita di wilayah Timur Indonesia kesulitan air bersih karena kekeringan. Kita juga akan menganggapnya hal yang wajar. Karena cuaca di wilayah mereka yang kering dan lahan yang kebanyakan tandus.
 
Namun, apa jadinya ketika kesulitan air bersih justru terjadi di wilayah yang kaya sumber daya air seperti Kerinci? Tentu bukanlah suatu kewajaran. 

Kerinci adalah wilayah yang subur berada di dataran tinggi. Sungai-sungai yang mengalir ke Jambi maupun sebagian kecil wilayah Pesisir Selatan umumnya berhulu di Kerinci. 

Begitu pula di Kerinci sendiri, setiap lembah (red. Renah), pastilah dialiri oleh sungai. Dua Sungai Besar yang mengaliri Lembah Kerinci adalah Batang Merao dan Batang Merangin. Terdapat ratusan sungai berukuran kecil yang mengalir di sekitar desa maupun di celah-celah perbukitan. Selain itu, terdapat danau besar di tengah lembah yaitu Danau Kerinci serta banyak lahan-lahan basah atau rawa yang dalam bahasa Kerinci disebut sebagai lupak, payo, bancah, tebat dan lain sebagainya. Itu semua merupakan sumber air bersih yang dianugrahkan Tuhan kepada penduduk Kerinci. Maka pantaslah dijuluki negeri "seribu" sungai.

Dengan sumber air sebanyak itu, sudah dipastikan mereka tidak akan kesulitan air bersih seperti penduduk daerah lain yang lebih kering. Di masa lalu, masyarakat cukup memanfaatkan air sungai yang ada di sekitar permukiman. Jika sungai dirasa cukup jauh, mereka akan menggali sumur di dekat rumah atau di dekat desa. Tak perlu begitu dalam, hanya kedalaman satu hingga dua meter, mata air sudah keluar. Tak seperti tempat lain yang butuh kedalaman hingga belasan meter baru menemukan mata air. 

Namun, semakin majunya zaman, tak membuat orang Kerinci maju dalam pengelolaan air bersih. Malahan semakin mundur. Sumber-sumber air seperti sungai dikotori dengan sampah dan pertambangan akibatnya tak bisa lagi digunakan. 

Sumur-sumur ditimbun kembali, karena mereka menyangka tak butuh air dari sumur.  Mereka sudah punya air ledeng dari PDAM lebih maju dan praktis dibanding harus menimba sumur. 

Tapi mereka tidak sadar bahwa dengan menggunakan air ledeng milik perusahaan  telah menjadikan diri mereka semakin ketergantungan kepada pemerintah dan selama-lamanya kebutuhan air bersih akan dimonopoli oleh perusahaan milik pemerintah.

Dulu ketika air sungai masih bersih, dan sumur-sumur masih banyak. Kita bisa mengambilnya secara bebas, tak perlu bayar, gratis. Tak ada rasa was-was ketika kekeringan. Meski ya, kita perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk menimba atau mengangkutnya ke rumah. 

Tapi setelah kita memasang Air PAM. Kita perlu membayar setiap bulan pada perusahaan. Untung perusahaan tersebut milik pemerintah, karena masih disubsidi sehingga biaya perbulannya masih terjangkau. Bagaimana nanti di masa mendatang, kalau-kalau PDAM dialihkan kepada pihak swasta. Mereka akan semena-mena menentukan tarif dasar dan tarif pemakaian air bersih yang anda gunakan. 

Kenyataan di lapangan, masyarakat Kerinci sekarang kesulitan air bersih. Di kala hujan,  Air PDAM mati atau berubah warnanya jadi keruh dan berbau anyir. Apalagi di musim kemarau, lebih sering mati daripada hidup. Mau memanfaatkan sungai sudah tercemar, mau memanfaatkan sumur sudah tidak ada lagi. Ibarat pepatah, "seperti ayam kelaparan di dalam lumbung padi". Kalau seperti ini ceritanya, jelas kita masih belum merdeka, karena terlalu tergantung pada pihak lain yaitu perusahaan.

Padahal air adalah kebutuhan dasar manusia. Kita bisa hidup tanpa rumah, kita bisa hidup tanpa listrik tapi tidak bisa hidup tanpa air. Semua makhluk hidup ini perlu air. Itulah sebabnya wajib bagi kita untuk menjamin ketersediaannya dan mengelola sumber daya air dengan baik. 

Bukannya tidak boleh menggunakan Air PDAM/PAM. Boleh saja, tetapi jangan membuat diri terlalu tergantung pada air dari PDAM itu. Ketika kita punya sumber air bersih yang lain, tentu kita tidak akan cemas ketika PDAM rusak atau mati dan kotor. Kita malahan bisa menggunakan sumber air lain secara bebas. Bukan malah ceroboh merusak sumber-sumber air tersebut. Akibatnya, kita sendiri yang menderita!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Masyarakat Kerinci

Mengenang Petrus Voorhoeve, Penemu Awal Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dan Penyusun Tambo Kerintji

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Gedang, Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Sejarah Siulak Dari Mendapo Semurup menjadi Mendapo Siulak, Berikut Daftar Nama Kepala Mendapo

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Apakah Kerinci Termasuk Wilayah Minangkabau?