Kepercayaan Suku Kerinci Mengenai Ruh



Kepercayaan Suku Kerinci tentang Roh
 Oleh : Hafiful Hadi S
Suku Kerinci percaya bahwa didalam tubuh setiap manusia ada dua ruh yaitu yang pertama disebut sebagai Jiwo atau Jiyo, Ruh ini apabila meninggalkan tubuh manusia maka orang tersebut dikatakan Sudah mati dan tinggal Jasadnya saja.
kedua roh yang disebut sebagai "aman'. Apabila "aman' ini telah meninggalkan tubuh manusia, maka dia akan jadi orang yang Sering sakit2an, Mudah terkejut dan Kaget, sering tertimpa musibah,kehilangan semangat untuk bekerja,dan sering berhalusinasi.
Penyebab hilangnya "aman" adalah karena dikiwat ( Dibawa) oleh ruh para leluhur atau oleh Ruh dari kerabat yang baru meninggal. maka untuk memulihkan orang yang kehilangan "aman" ini, amannya harus di jemput ke Alam Arwah.
Alam arwah ( baik Jiwo dan aman) terbagi atas tiga yaitu Balai Bujang tempat arwah lelaki, Balai Gadih tempat arwah perempuan dan Balai Adat/Tuo  adalah arwah tempat para tetua Adat dan arwah orang yang meninggal di Usia Lanjut.
Proses penjemputan "aman" kedunia arwah ini dilakukan dalam suatu upacara ritual yang disebut "Palaho J'nem” yang dilakukan oleh seorang Balian. Ritual ini dilakukan dengan berbagai sesajian dan Komponen yang harus ada dalam ritual ini adalah Bunga yang disebut sebagai Bungo Tungkat Bumi atau Bungo kaki Tiung sebab Bunga inilah yang menghubungkan Alam Dunia dengan Alam arwah.
Proses Perjalanan ke dunia Ruh
Setelah balian membaca mantra-mantra tertentu. Balian akan kehilangan kesadarannya disebabkan oleh  Ruh aman dari balian itu sedang melakukan perjalanan ke Alam Arwah dibimbing oleh leluhurnya. rute perjalanan Ruh balian ini dapat didengar dari percakapan Balian yang dalam keadaan tidak sadar itu dengan leluhur pembimbingnya atau dengan setiap Ruh yang ditemuinya di Alam tersebut. Menurut Balian yang sering melakukan ritual ini Murah S’man gelar Rio Pengapit Salih Bujang Buriang Mirat atau yang biasa dipanggil Tuo Rio ini, dahulu upacara ini digelar setelah Tujuh hari/ empat puluh hari setelah kematian seseorang ataupun ada petunjuk dari seorang balian agar dilakukan upacara ritual ini bagi orang yang amannya sudah tidak ada. Perjalanan kea lam ruh dimulai dengan memanggil ruh para leluhur agar membawa Balian masuk kealam ruh dengan memakaikan Baju Ayat  Pandai Tirebang kepada si balian. Kemudian Balian Berjalan melintasi laman Panjang ke Guguk Rendah-Guguk Tinggi-Kuto Jering- Gunung Bujang- Gunung tegap ( Gunung kerinci )-Gunung Tujuh disini Balian Berhenti untuk makan Sirih didalam balai beratap rambut basendi Tulang- kemudian berjalan melintasi Gunung Lumut- Pematang Cindai Aluh- Lubuk Timbang anak ( Lubuk Timbang anak ini adalah tempat bersemayamnya ruh  aman dari Golongan Bayi dan Balita, biasanya  Ruh Aman Bayi Hilang karena di bawa Oleh Ruh Jahat yang biasa disebut  Induk Bulo , dalam bahasa jawa disebut Wewe Gombel) – Gunung Semani urai- kemudian Naik ke Sirung Langit Kunin- kemudian Masuk ke Pintu Langit dan bertemu lah ke Alam Arwah ( Melintasi Tiga Balai yang tersebut diatas, di Balai Tuo terdapat Mahligai Tinggi tempat bersemayam arwah orang2 yang dianggap sakti sewaktu didunia). Dialam Arwah ini balian akan bertemu arwah2 penduduk kampung yang Sudah meninggal  melakukan komunikasi yang dapat kita dengar dari Balian. Dan diakhir perjalanan balian membawa kembali ruh Aman tersebut dari Ruh seseorang yang telah membawanya.  Ruh aman tersebut dibawa kembali dengan menempuh rute yang sama kemudian dikembalikan kepada tubuh ( Sangkak belum Rak, sangkak belum Ubuh) si empunya.  Setelah itu Si empunya “aman “ diberi gelang  tiga warna yang dipasangi cincin anye ataupun Cincin Patah Sembilan ( cincin yang memiliki Sembilan Segi).
Tubuh dalam filosofi Kepercayaan Kuno orang Kerinci disebut sebagai Sangkak Belum Rak, Sangkak Belum Ubuh. Tubuh  manusia juga sering disimbolkan dengan keadaan Alam disekitar manusia itu sendiri. seperti dalam Kep. masyarakat Kerinci.
Telapak Kaki = Napal Licin
Bagian Pinggir Kaki = Siding Bumi
Punggung Kaki = Punggung Bumi
antara lutut dan kaki = Pematang Panjang
Lutut = Gunung Bungkuk
Paha = Tiang Areh
Pantat = Bumi Ayun
Bagian kemaluan = Cupu Gading
Perut = Laut Pnuh
Pusar = Pusat Bumi atau ada juga yang menyebutnya sebagai pusat Tasik
antara Perut dan dada = Suhat Nemat
Dada = Gunung Duo
Bahu = Ntai Badarik
Kepala = Disebut sebagai Gunung Agung atau Gunung Jayo
Begitulah Suku Kerinci dahulu menyimbolkan Jasad Manusia. Penyimbolan ini mengandung Makna yang cukup dalam bahwa Manusia adalah bagian alam itu sendiri. Manusia tidak diperbolehkan merusak Alam yang merupakan Ciptaan manusia. Tidak Mungkin ada manusia yang mau Merusak Tubuhnya Sendiri.


Seorang Balian yang Ruh Amannya dibawa oleh Nenek Moyang



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Gedang, Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Traditional Architecture of Kerinci Ethnic

Mengenal Cabe Suhin, Kuliner Khas Tradisional Kerinci

Sekilas Tentang Wilayah Adat Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh), Tanah Pegawai Rajo-Pegawai Jenang

Mengenal SINAR BUDI: Dari Generasi ke Generasi Mempopulerkan Tale Kerinci

Muhammad Awal, Bupati Kerinci Ke-5 yang Dikenang dengan Aura "Kesaktian"-nya