Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Gagal Didigitalisasi Ulang, Para Akademisi Kecewa
Kondisi Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Terkini |
Pamor Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah sebagai naskah berbahasa Melayu tertua di dunia telah mengundang minat para akademisi dan ilmuwan untuk menelitinya. Sebagaimana diketahui, kitab ini pertamakali ditemukan oleh Petrus Voorhoeve pada tahun 1941. Dan kemudian, naskah ini baru disadari dan diperkenalkan sebagai naskah Melayu tertua oleh Uli Kozok. Ia melakukan penelitian tersebut pada tahun 2002.
Gaung dan penelitian terhadap kitab ini sempat vakum hampir selama dua dasawarsa. Akan tetapi, beberapa tahun belakangan naskah ini kembali menarik perhatian. Hal ini mungkin seiring dengan program pemerintah untuk memajukan budaya bangsa. Beberapa naskah kuno dari Indonesia bahkan telah berstatus sebagai memory of the world. Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Perpustakaan Nasional RI berusaha untuk menyelidiki kembali tentang naskah ini.
Melalui Prof. Wardiman, pada tahun 2019 Perpusnas RI mengunjungi desa Tanjung Tanah Kerinci untuk memastikan naskah itu masih ada dan lestari di tangan masyarakat. Meskipun tidak bisa dilihat di saat itu juga mengingat statusnya sebagai barang pusaka, masyarakat adat Tanjung Tanah memastikan naskah itu masih ada. Mereka menolak tawaran dari Perpusnas untuk menyimpan naskah tersebut di Jakarta. Akan tetapi memberikan keleluasaan bagi Perpusnas untuk memotret naskah tersebut pada acara kenduri sko.
Sejatinya acara kenduri sko akan dilangsungkan pada tahun 2020, namun akibat pandemi acara kenduri sko diundur pada pertengahan Mei tahun 2022. Pihak Perpusnas RI dan Kemdikbud mempersiapkan segala sesuatu agar proses digitalisasi naskah Kitab UU Tanjung Tanah dapat dilakukan nantinya. Bahkan, pihak Kemdikbud telah menyumbangkan seekor kerbau agar dapat melakukan digitalisasi naskah kuno tersebut. Informan yang tidak mau disebut namanya, menyebutkan pihak pusat menghabiskan dana 150 juta untuk acara tersebut.
Digitalisasi naskah merupakan upaya pelestarian dan penyelamatan naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan kata lain, foto dari naskah kuno akan diambil kemudian file foto naskah itu akan disimpan dalam bentuk digital. Setiap orang yang ingin melihat dan meneliti Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah tidak harus mengorbankan seekor kerbau, cukup dengan melihat hasil fotonya saja.
Tentu saja, proses digitalisasi tidak sama dengan mengambil foto biasa. Perlu kamera dan alat pendukung lainnya yang canggih. Di samping itu, diperlukan teknik khusus sehingga dihasilkan foto yang berkualitas tinggi. Bahkan, foto digital yang dihasilkan bisa diperbesar hingga ratusan kali. Titik dan goresan paling kecilpun bisa terlihat, tulisan yang kabur terkadang bisa diperjelas apabila menggunakan alat yang canggih. Sebagai contoh, adalah program digitalisasi yang dilakukan oleh Dreamsea pada naskah koleksi surau-surau di Sumatera Barat. Proses digitalisasi dapat dilihat pada gambar 1. Setelah itu, hasil digitalisasi tersebut akan dipublikasikan sehingga bisa diakses oleh siapa saja. Untuk hasil digitalisasi dreamsea, bisa dilihat di dalam website dreamsea.co.
Gambar 1. Proses Digitalisasi Naskah Kuno Koleksi Surau di Sumatera Barat. Beginilah yang dilakukan seharusnya (Dok. Dreamsea) |
Namun seribu kali sayang, pihak Perpusnas RI dan Kemdikbud tidak dapat melakukan digitalisasi tersebut pada acara kenduri Sko Tanjung Tanah yang berlangsung pada Jumat, 13 Mei 2022 kemarin. Hal ini dikarenakan banyaknya wartawan dan tamu undangan yang mengambil dokumentasi naskah dengan handphone secara serampangan (Lihat gambar 2). Panitia pun membatasi waktu pengambilan dokumentasi tersebut. Maka, sangat tidak mungkin untuk melakukan digitalisasi dengan kondisi yang seperti itu.
Gambar 2. "Digitalisasi" Kitab UU Tanjung Tanah pada 2022 hanya dengan kamera handphone |
Pada akhirnya, naskah yang diagung2kan ini luput dari proses digitalisasi ulang. Berita ini sangat mengecewakan, mengingat pihak pusat sudah mengorbankan biaya yang cukup besar. Begitu pula dengan perngorbanan waktu pejabat penting dari pusat. Walhasil, tak ada satupun pihak yang mendapatkan semua foto naskah, lembar demi lembar. Kalaupun ada kualitas nya cukup buruk, tidak dapat diperbesar, dan tidak dapat dibaca secara keseluruhan.
Padahal bila pihak Perpusnas dan Kementerian diberikan waktu yang cukup, begitu juga tamu yang hadir bisa mengendalikan diri. Maka, Proses digitalisasi akan dapat dilakukan dengan baik. Tak hanya kitab UU Tanjung Tanah saja, tapi untuk semua naskah kuno yang disimpan oleh Depati Talam tersebut. Hasil digitalisasi itupun dapat dilihat oleh semua orang. Kita bahkan bisa melihat titik terkecil sekalipun yang tertulis di naskah. Misalnya saja naskah Batak yang didigitalisasi oleh British Library pada gambar 3.
Gambar 3. Hasil digitalisasi Naskah Batak ini menghasilkan gambar berkualitas sangat baik hingga bisa diperbesar beberapa kali (Dok. British Library) |
Tidak seperti Petrus Voorhoeve dan Uli Kozok yang beruntung bisa melakukan digitalisasi terbaik pada zamannya. Pihak perpusnas dan Kemdikbud-begitu juga para akademisi yang menunggu- harus mengelus dada dan harus bersabar untuk menunggu kesempatan lain. Kesempatan yang mungkin tidak akan terulang lima tahun mendatang. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah pusat masih mempertimbangkan Kerinci untuk proyek dan kegiatannya mendatang? Setelah apa yang menimpa mereka saat ini? Kini, apa hendak dikata, nasi telah menjadi bubur.
Komentar