Sekilas Sejarah Perkembangan Islam di Kerinci
A. Masuknya Islam Ke Wilayah Kerinci
Agama Islam telah masuk ke kawasan Kerinci sekitar abad ke 14 M, hal ini dapat dilihat di dalam naskah Undang-undang Tanjung Tanah. Walaupun naskah undang-undang tersebut berasal dari Kerajaan Dharmasraya-Malayupura yang rajanya saat itu penganut Budha Tantrayana, namun sang raja mengirim seorang Khoja (Khwaja) sebagai diplomatnya dalam menjalin hubungan dengan para Dipati di Silunjur Bhumi Kerinci. Pendakwah itu bernama "Kuja (Khwaja/Khoja) Ali Dipati" sebagaimana yang tertulis dalam naskah (Kozok, 2006). Khoja atau Khawaja yang dalam tradisi Islam di India maupun Persia merupakan panggilan untuk seorang pendakwah beraliran Tasawuf/Thariqah. Dalam historiografi tradisional 'Kuja Ali Dipati' bahkan tidak diketahui dan tidak pernah disebut sebagai leluhur orang Kerinci, sebaliknya historiografi tradisional tersebut menyebut enam orang ulama sebagai penyebar Islam di Kerinci pada periode abad 13-14 M, sebagaimana disebut dalam historiografi adat yang berbunyi:
...."Dimano titik palito, diateh pilung yang berapi, dari mano turun Ninek
kito, turun dari Siak Indogiri, nempuh Pariang Padang Panjang, nempuh
Mangkudun di Sumanik, nampak Sijungek Kuto yang Panjang, antak manjelang
koto gedang, terjun sulek parayo disitu bukit idak burangin, situ suak
idak barayie, nampuh ditanah Sungai Pagu, antak manjelang durian terung
nampuh dikaki gunung merapi terus ka kuto Limau Manih, nempuh dijalan
Surat Lipan terjun ke Alam Kurinci, ado Latih yang Enam Barung yang
tigo, mano dikatokan Latih yang enam, Tigo sebelah kiri dan Tigo
sebelah kanan, Mano yang dikatokan tigo sebelah kiri? Paratamo Talang Baniyo ditunggu Ninek Siak Rajo, Kaduo Kuto Jelatang, ditunggu Ninek Siak Sati, Katigo Kuto Marantih Tinggi, ditunggu Ninek Siak Berebut Sti. Manolah dikatokan Tigo sebelah kanan? Yang paratamo Kuto Jlie ditunggu Ninek Siak Jlie, Kaduo Kuto Bingin, ditunggu Ninek Siak Ali, Katigo Kuto Pandan, ditunggu Ninek Siak Lngih, Ninek Siak Ji balik Ka Lunang. Mano yan dikatokan Barung yang tigo? Paratamo Kuto Marantih Tinggi Kaduo Kuto Payung Semurup Tinggi Katigo Kuto Jlie"............ (Sumber: Buya Zarmonie glr Temenggung Rio Bayan).
Dalam historiografi tradisional yang disampaikan turun temurun di atas, secara jelas disebutkan bahwa para pendakwah Islam tersebut berasal dari wilayah utara Kerinci yaitu dari Siak Indragiri kemudian berdakwah ke arah Selatan hingga sampai ke Sungai Pagu dan Durian Terung (Wilayah Minangkabau) kemudian menempuh jalan kuno yang disebut dengan Jalan Surat Lipat. Walaupun disebut turun dari Siak Indragiri, penulis menduga bahwa ulama
ini adalah pedagang-pedagang Arab, India maupun Persia sebagaimana
teori-teori mengenai masuknya Islam ke Asia Tenggara yang disampaikan
banyak Sejarawan ataupun penduduk lokal yang telah diislamkan oleh pedagang2 tersebut yang kemudian juga ikut mendakwahkan Islam ke pelosok-pelosok Sumatera, mereka mula-mula berdakwah di Aceh dan Siak
Indragiri, dua Kesultanan Islam di pantai timur Sumatera yang dekat
dengan Selat Malaka, pusat pelabuhan terkenal di Asia Tenggara. Kemudian
dakwah mereka terus masuk ke pedalaman Minangkabau, dari pedalaman
Minangkabau mereka terus ke wilayah selatan dan masuk Kerinci. Setelah sampai ke Alam Kerinci para pendakwah ini kemudian menyebar ke seluruh pelosok Kerinci, tiga orang menghuni kawasan sebelah timur Kerinci (disebut dalam tuturan diatas tiga sebelah kiri) dan tiga orang menghuni sebelah barat Kerinci. Tentunya Islam yang dibawa mereka bukan Islam yang kita kenal sekarang, tetapi Islam yang beraliran Tasawuf/Thariqat suatu aliran yang lebih menonjolkan unsur-unsur magis dalam berhubungan dengan Tuhan. Aliran Tarikat/Tasawuf lebih mudah diterima dalam kehidupan masyarakat Kerinci saat itu yang masih menganut paham Animisme dan Dinamisme sehingga memunculkan suatu Sinkretisme antara Islam dan agama Kuno orang Kerinci seperti yang dapat dilihat dalam Upacara Asyeik. Selain itu, dapat dilihat pula dari Tradisi Ratib Saman orang Kerinci yang berasal dari Ajaran Tarikat Samaniyah, Tarikat ini dibawa oleh Syeikh Saman dari Madinah yang menyebar ke Aceh hingga masuk ke pedalaman Kerinci.
Pada periode berikutnya sekitar abad ke 17 M barulah Kesultanan Jambi mendakwahkan hukum Syara' (hukum Syariah Islam) yang bermazhab Syafi'i kepada penduduk Kerinci secara masif. Pengaruh Kesultanan Jambi cukup besar terhadap perkembangan Islam, kehidupan sosial maupun struktur pemerintahan di Alam Kerinci. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya Surat-surat yang berasal dari Kesultanan Jambi yang disimpan sebagai pusaka oleh orang Kerinci. pada Tahun 1941 M seorang peneliti Belanda P. Voorhoeve pernah menyalin dan mentransliterasi naskah dari Jambi yang disebut Celak dan piagam oleh masyarakat, isi surat tersebut umumnya mengenai pengakuan wilayah adat Dipati-Dipati di Kerinci oleh Kesultanan Jambi juga perintah untuk menegakkan Hukum Syara' serta meninggalkan tradisi yang bertentangan dengan Hukum Islam. Dakwah Islam dari kesultanan Jambi mulai masuk melalui wilayah Kerinci bagian hilir, para ulamanya masuk melalui jalur kuno yang disebut dengan jalan Surat Cermin.
Pada abad 18-19 M Islam bermazhab Syafi'i dan beraliran Tarikat menjadi kepercayaan seluruh Suku Kerinci, bahkan mereka banyak yang menuntut ilmu agama ke negeri Aceh, di parabek Minangkabau dan bahkan ke Mekkah. Banyak pula ulama-ulama terkenal dari Kerinci yang bermukim dan menjadi guru agama di Semenanjung Malaya (Malaysia saat ini).
Para Haji dari Kerinci
B. Para "Siak", Wali yang Enam Penyebar Islam Terawal
Selain dari historiografi tradisional yang menyebut mengenai enam orang Siak penyebar Islam di Kerinci, keberadaan mereka diperkuat dengan isi naskah-naskah Tambo beraksara Surat Incung maupun beraksara Jawi. Naskah Surat Incung pada Tanduk kerbau yang disimpan oleh Datuk Singarapi Putih di Sungai Penuh maupun Datuk Satio Mandaro di Rawang menceritakan mengenai silsilah dan keturunan (Tambo) dari Siak Lengih yang disebut juga dengan Syeikh Samilullah atau Malin Sabiyatullah. Selain itu juga terdapat naskah beraksara jawi di wilayah Kemendapoan Kemantan yang bercerita mengenai Siak Rajo. Naskah-naskah ini memperkuat historiografi tradisional mengenai ke enam pendakwah ini, berikut dijelaskan sejarah dan keturunan para pendakwah tersebut.
Siak Jeli atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Majeli bernama asli Syeikh Abdul Jalil beliau disebut berasal dari Siak Indragiri yang kemudian berdakwah di Kerinci, beliau bermukim mula-mula di Koto Jeli (berada di desa Air Terjun/Dusun Tinggi Siulak sekarang) dan berdakwah di wilayah Siulak, Semurup dan Sekungkung. Sampai sekarang makam beliau yang terletak di Koto Jeli (Dusun Tinggi Siulak) masih sering diziarahi penduduk. Selain itu, salah satu peninggalan beliau adalah Batu Sembahyang yang terletak di Bukit Sembahyang, dipercaya sebagai batu tempat Siak Jeli melaksanakan Shalat dimana terdapat lekukan bekas muka dan telapak tangan beliau di permukaan batu tersebut. Beliau menikah dengan Puti Sedayu atau lebih di kenal ninik Selayu, dan memiliki lima anak perempuan yang oleh penduduk disebut Serajo limo ninek.
1.1. Gento Menggalo
Gento Menggalo bermukim di Siulak Gedang Istri Dari Sultan Gegar Muhammadsyah dari Indrapura dari kedua orang inilah memiliki keturunan:
1.1.1 Singado Tuo yang bergelar Rajo Simpan Bumi1.1.2 Depati Mangku Bumi Tuo Suto Menggalo
1.1.3 Seorang anak perempuan yang bergelar Salih Kuning Terawang Lidah
Salih Kunin Terawang Lidah menikah dengan Rajo Penghulu di Mukai Tengah memiliki keturunan yang bergelar Rajo Sulah (Karena Ibu Beliau Berasal Dari Siulak Gedang maka Rajo Sulah memiliki Ajun Arah Di Hilir Dusun Siulak Gedang (lihat blog sebelumnya Tigo Luhah Siulak Gedang.
1.2 Gento Meh
Gento Meh (Gento Emas) bermukim di Siulak Panjang menikah Temenggung Tuo Susun Negri (Anak Mangkudum Wali Semat dari Sumanik) mempunyai anak:
1.2.1 Mat Catah gelar Depati Mangku Bumi Tuo Kulit putih Suko Dirajodan Tiga orang anak perempuan yang bergelar:
1.2.2. Salih Hitam Muretap Bumi
1.2.3. Salih Kcik Mendering Sakti
1.2.4. Salih Kuning Selayang Mirat
1.3. Gento Suri
Bermukim di Semurup Koto Dua lamo memiliki keturunan yang bergelar Depati Sibumi Rajo dan Puti Seterus Mato
1.4. Gento Ayun
Bermukim di Koto Payang memiliki keturunan yang bergelar Depati Sekungkung Jinak Putih dan Rajo Hitam Tanah Mendapo
1.5 Gento Aning
Gento Aning bermukim di Koto Majidin.
Selain Siak Jelir tersebut ada banyak lagi imam-imam yang berdakwah di wilayah Siulak dan Semurup diantaranya Imam Besa (Syeikh Imam Besar) di Siulak Panjang, Imam Mikrat, Imam Madukun dan Imam Beruji Di Siulak Mukai, Syeikh Mangkudo Sati di Semurup dan Imam Majidin di Koto Majidin.
2. Siak Rajo
Siak Rajo menyebarkan Islam di Kawasan Kemantan dan sekitar Wilayah Kemantan, Sungai Medang dan Penawar (Air Hangat Timur), beliau bermukim dan wafat di Talang Banio. Beliau kemudian menikah dengan Dayang Bunga Alam memiliki lima orang anak, yaitu:
2.1. Rajo Bujang2.2. Rajo Genti
2.3. Patih Nyadi
2.4. Sungai Teman
2.5. Sri Bungo Padi
3. Siak Ali
Siak Ali bermukim di Koto Beringin Sungai Liuk, berdakwah di sekitar kawasan kecamatan Pesisir bukit Sungai Penuh. Menurut sejarah nama asli beliau adalah ninek Telago Undang peninggalan beliau yang terkenal adalah batu sorban di Sungai Liuk
4. Siak Sakti
Siak Sakti bermukim Di Koto Jelatang, Hiang Tinggi kecamatan Sitinjau Laut sekarang. Penulis belum menjumpai catatan maupun tuturan adat mengenai silsilah dan keturunan beliau
5. Siak Berebut Sakti
Siak berebut Sati bermukim di Koto Merantih Tinggi,Tarutung dan menyebarkan Islam di dusun sepanjang aliran Batang Merangin Kerinci. anak keturunan beliau banyak yang hijrah dan bermukim di wilayah Siulak diantaran adalah Depati Sungai Langit Gedang dan adik perempuan beliau Ninek Gadih. Ninek Gadih kemudian menikah dengan Sijiwa yang bergelar Depati Marajo Tuo anak keturunannya menyebar di Koto Beringin Siulak dan Mukai Hilir Siulak Mukai.
6. Siak Lengih
Siak Lengih bermukim dan wafat di Koto Pandan, kawasan Sungai Penuh. Dalam tembo Naskah Surat Incung pada tanduk kerbau sering di sebut dengan syeikh Samilullah atau Malin sabiyatullah. Beliau juga diceritakan mempunyai hubungan dengan Tuan Kadhi Di Padang Genting. Beliau punya dua orang istri yaitu Gento Suri dan memiliki keturunan:
6.1. Ratu Berembok Suri.
Ratu berembok Syuri menikah dengan Depati
Panggar bumi dari Tanah Semurup dan dikaruniai 3 orang masing masing
adalah:
6.1.1. Rambi Seti Dandan Merah, gelar Ngabi Tunggu Umah – Tunggu
Mendapo, Kademang Pagawe Rajo Sungai Penuh, istrinya bernama Rabiah
6.1.2. Rio Jayo bertombak belang Berjanggut Jenggi, Istrinya bernama Pandan.Dari istrinya Dayang Baranai memiliki keturunan:
dua anak lelaki yaitu:
6.1. Ajang Hari atau Jang Hari (Ja'aris), di Pondok Tinggi, memiliki keturunan yang mewarisi gelar
6.1.1. Depati Santi Udo6.1.2. Depati Sungai Penuh
6.1.3. Depati Palawa Negaro
6.1.4. Depati Payung
6.2. Hajang Hangsi (Ja'asi), di Dusun Baru Sungai Penuh, memiliki keturunan yang mewarisi gelar
6.2.1. Depati Simpan Negri6.2.2. Depati Alam Negri
6.2.3. Depati Nyato Negaro
dan anak-anak perempuan yaitu:
6.3 Handir Bingin, bermukim di Koto Beringin Sungai Liuk istri Depati Rio Dagu, memiliki keturunan yang mewarisi gelar:
6.3.1.Depati Ular6.3.2. Patih Badiri
6.3.4. Handir Landun
6.3.5. Handir Cayo di Koto Bento memiliki keturunan yang mewarisi gelar
6.3.5.1. Handir Bulan
6.3..2. Bujang Paniyam
6.5 Handir Ukir
6.6 Handir Mencit
Diceritakan bahwa suatu ketika Siak Lengih pernah berjumpa seekor Mencit (tikus) raksasa di dalam sebuah gua, dengan takdir Allah Mencit tersebut beranak manusia, anak perempuan tersebut diangkat anak oleh Siak Lengih dan diberi nama Siti Pandan Mangurai.
6.7 Handir Capa 6.8 Handir Kunin
6.9 Handir Hada
C. Pengaruh Islam terhadap Budaya Suku Kerinci
1. Arsitektur
Setelah Islam menyebar di seluruh wilayah kerinci barulah setiap kawasan adat mendirikan masjid masjid dan surau surau bahkan islam berpengaruh besar terhadap adat kerinci sendiri seperti pepatah adat; adat bersendi serak, serak besendi kitabullah, serak kembang kemuko adat kembang kebelakang, adat data pakai selepas. Bahkan aturan adat mendirikan sebuah negeri itu harus mempunyai balai (tempat duduk orang adat) dan musajid (Tempat alim ulama dan pendito). oleh sebab itu, dalam bangunan masjid sendiri terdapat akulturasi antara Budaya Islam dengan budaya kerinci Sendiri. masjid Kerinci miripdengan masjid di Jawa dan Minangkabau yaitu atap berbentuk lumpang seperti Pura Pura Agama Hindu . Dulu hampir setiap dusun memiliki Masjid dengan ciri khas kerinci namun seiring perkembangan zaman masjid tersebut sudah di ganti dengan masjid yang baru dan permanen hanya sebagian saja yang tersisa. ada beberapa ukiran khas Kerinci yaitu keluk Paku Kacang Belimbing, Keluk Paku Tampuk Kelapo, Paku Rancang, Pucuk bung, Pilin Simpai, Ula Nago, Belalai Gajah, Ulek Katadu, Tampuk Manggih, Bungo Padi, Mato ahi dan lain sebagainya. Ukiran tersebut dapat di temui di rumah2 kuno dan Bilik ( Lumbung Padi) sayangnya sekarang sudah sulit ditemui di Kerinci, daerah yang masih banyak peninggalan Bangunan2 kuno Antara lain : Lempur, Sungai Penuh, Rawang, Siulak, wilayah sekitar Tanah Cuguk di pinggiran danau Kerinci.
Berikut Masjid Masjid Khas Arsitektur Kerinci.
Masjid keramat terletak di desa Koto Tuo Pulau Tengah Kecamatan Danau
Kerinci. berdiri sekitar abad 18 oleh nenek Moyang orang pulau tengah
yaitu haji Rahei dan Tengku Pandai Baruke .
1.2. Masjid Agung Pondok Tinggi
Sejarah Pembangunan
Masjid Agung Pondok tinggi merupakan salah satu
masjid tertua di Kerinci dan Kota Otonom Sungaipenuh. Masjid yang
dibangun pada 1874 M itu merupakan saksi nyata penyebaran Islam ke
Kerinci.
Masjid Agung Pondok Tinggi terletak di Dusun Pondok Tinggi, Kecamatan
Sungai penuh, Kota otonom Sungaipenuh. Masjid kuno itu memiliki
arsitektur khas sehingga punya kelebihan dan daya tarik arsitektur
tersendiri dibanding masjid lainnya.
Konon
Masjid Agung Pondok Tinggi itu dibangun secara bergotong-royong oleh
warga Dusun Pondok Tinggi, Kerinci, pada 1874 M. Menurut masyarakat
setempat, pembangunan dimulai pada Rabu, 1 Juni 1874, dan selesai pada
1902.
Menurut Hamid,
warga Pondok Tinggi, untuk melakukan pembangunan masjid, sebagian besar
warga baik laki-laki dan perempuan bergotong-royong mengumpulkan kayu.
Untuk meningkatkan semangat kerja, warga dusun juga mengadakan
pergelaran berbagai seni pertunjukan tradisional Kerinci, di antaranya
pencak silat.
“Setelah
kayu terkumpul dan pondasi berhasil dibangun, warga kemudian mengadakan
musyawarah untuk membentuk panitia pelaksana pembangunan masjid. Dalam
musyawarah tersebut, disepakati empat orang pelaksana inti, yaitu Rukun
(Rio Mandaro), Hasip (Rio Pati), Timah Taat, dan H. Rajo Saleh (Rio
Tumenggung),” jelasnya.
Terkait
rancangan masjid, warga dan panitia pelaksana memilih rancangan
(desain) M. Tiru dari daerah Mandaro. “Untuk mengerjakan rancangan
tersebut, dipilih 12 tukang bangunan yang dianggap memiliki keahlian
mumpuni.
Cerita yang
berkembang di masyarakat juga menyebutkan, pembangunan masjid itu
diawali dengan pesta keramaian selama tujuh hari tujuh malam dengan
menyembelih 12 kerbau. Selain dihadiri seluruh warga dusun, pesta
keramaian juga dihadiri seorang pangeran pemangku dari Jambi.
Masjid
Agung merupakan bukti kecerdasan masyarakat lokal mendirikan sebuah
bangunan. Proses pembangunan masjid juga menunjukkan kultur komunal yang
masih kuat berakar pada masyarakat Kerinci saat itu.
1.3. Masjid Tuo Lempur
1. 4. Masjid Kuno Tanjung Pauh Hilir
2. Seni dan Budaya
2.1 Sike Rebana
Sike berasal dari bahasa arab yaitu Zikir dan Rebana adalah sejenisalat musik dari kulit sapi atau kambing. Sike rebana adalah media dakwah dalam penyebaran islam di kerinci. Nyanyian dalam sike rebana ini berasal dari Kitab Barzanji namun dilantunkan dalam logat dan dialek Khas kerinci sambil memukul Rebana dengan berbagai Irama. Nyayian sike berbeda-beda begitu pula tingkah rebana (Irama rebana) mengikuti syair syair barzanji yang dilantunkan.
Ala de a he sala dinge lamo ala he kaya eeeee jaaaaaalil kurubi
la de assala la de assala mu ala nnabi ya rasulullah
la de assala la de assala mu ala nnabi ya habiballah
ae allaaaa hu de eeee kayaaa eeeee..eeeee.eeeee
alla hu de a di badaru kama mi
Rangguk berasal dari kata mengangguk. Tradisi ini bermula dari desa Cupak kemudian menyebar di seluruh Kerinci. para peserta rangguk dulunya adalah pria dengan memukul rebana kecil sambil mengangguk anggukdiiringi lantunan syair syair islami,namun seiring perkembangan zaman Rangguk telah menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu agung di kerinci dengan para pesertanya adalah perempuan.
2.3. Ratib Seman
Tradisi
ini sama dengan tari saman di Aceh tetapi gerakannya lebih sederhana.
di duga tradisi ini sampai di Kerinci dibawa oleh para ulama dari Aceh
yang menganut tarikat Samaniyyah. Selain zikir juga terdapat syair-syair
Pujian dan Nasehat agama yang dilantunkan dalam tradisi Ratib Seman.
Ratib Seman biasa di pimpin Oleh Siak atau biasa di sebut tukang
asuh.Sepenggal bait syairnya adalah sebagai berikut
Musajid Mekah............ Musajid Mekah......
puncak lah tujuh tempat urang bang wakatu subuh......
Berikut beberapa video acara ratib seman di Kerinci:
Tale
berasal dari Bahasa arab yaitu tahlil. Tale dilantunkan dalam irama
khas Kerinci yang berisi syair-syair kesedihan untuk melepas salah satu
anggota keluarga menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah. Tradisi Ini
berkembang pada abad ke 17 dimana saat itu orang kerinci ke Mekkah melalui meda yang sulit, mereka lewa jalur darat hingga ke pesisir timur Sumatera kemudian berlayar ke Semenanjung Malaya ataupun ke pulau Tumasik (Singapura) dari sana kemudian mereka berlayar ke Mekah
dengan Kapal laut. Perjalanan Haji saat itu amatlah jauh dan memakan Waktui berbulan-bulan. Oleh sebab itu berkembanglah Tradisi Tale naik Haji sebagai
Ungkapan kesedihan di tinggal sanak saudara serta berisi harapan harapan
keluarga dan doa Keluarga .
Video Tale Naik Haji di daerah Siulak:
1. Qur'an Mardu Bulea dari abad 13 Hijriah di simpan di Sungai Penuh
Komentar