Catatan Sejarah Mengenai Gempa Besar di Kerinci


Gambar 1. Potret kehancuran Dusun Lolo setelah gempa besar tahun 1909 di Kerinci. Sumber: Tropenmuseum

Berada di Jalur Sesar Sumatera
Kerinci, secara geografis merupakan wilayah yang terletak di bagian Barat Provinsi Jambi berjarak sekitar 420 km dari Kota Jambi. Secara administratif pemerintahan wilayah Kerinci terdiri dari Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Wilayah ini berada di bagian Dataran Tinggi provinsi Jambi karena diapit oleh jajaran Perbukitan Barisan di Pulau Sumatera. Oleh sebab itu, wilayah Kerinci disebut pula sebagai Dataran Tinggi Jambi.
Secara topografis, wilayah ini terdiri dari lembah dan pegunungan. Lembah terbesar dinamakan sebagai Lembah Kerinci yang berukuran panjang sekitar 70 km dan lebar sekitar 10km. Pola lembah menyempit di Bagian Baratlaut dan membuka ke arah Tenggara. Bagian Selatan lembah dibatasi oleh Danau Kerinci sedangkan di Bagian baratlaut dibatasi oleh lereng Selatan kaki bagian Bawah Gunung Kerinci (poedjoprajitno, 2012: 101).
Wilayah Kerinci merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa di Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah Kerinci merupakan jalur dari zona sesar Sumatra. Zona sesar Sumatra ini terdiri dari 18 segmen sesar dan salah satunya disebut dengan segmen sesar Siulak dan terban Kerinci yang tepat berada di bawah Lembah Kerinci(Tjia dalam Poedjoprajitno, 2012: 102). 
Segmen Siulak memiliki panjang sekitar 60 km dengan lebar depresi di Bagian Baratlaut 5 km dan bagian Tenggara 9 km (Ibid, 111).  Segmen Siulak merupakan segmen sesar yang aktif bergerak dengan didominasi oleh gerak vertikal di samping ada pula gerak mendatar. Oleh sebab itu, wilayah Kerinci menjadi wilayah yang memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan gempabumi yang sangat tinggi akibat pergerakan segmen sesar tersebut.
Gempa Kerinci dalam Legenda dan Catatan Sejarah
Riwayat tentang gempa besar di wilayah Kerinci tersirat di dalam banyak legenda dan barangkali hanya sedikit yang dicatat dalam dokumen sejarah. Misalnya legenda yang ditulis ulang oleh masyarakat adat di Semurup, diceritakan bahwa pernah terjadi gempa selama lima belas hari yang mengakibatkan kerusakan cukup parah di Kerinci. ".....Tibolah gempo gedang silamo limo bleh arri, idak nti-nti sampai tanah tiblah, batangayi buranjak, dusunlah bucerai-cerai, umah gdang buranjak-anjak tempat, umah adat lah rubuh" (...Datanglah gempa besar selama lima belas hari, tiada berhenti hingga tanah terbelah, posisi sungai bergeser, perkampungan rusak, rumah adat bergeser dari tempatnya dan rubuh). 
Ada lagi legenda masyarakat adat di Siulak yang menyebutkan gempa besar selama tujuh hari berturut-turut. Selama gempa tersebut  masyarakat tidak naik ke rumah, bahkan nasi yang sedang ditanak tidak bisa matang akibat goncangan yang berlangsung terus menerus. Di wilayah adat Sungai Penuh ada pula tradisi lisan berupa pantun yang  berbunyi "pio alah paday simumbo rinay, Kutto Tallouq dikuncang gempea" (mengapa padi menjadi hampa seperti ini? (karena) Kuto Teluk (nama sebuah desa/dusun) diguncang gempa).  Legenda dan tradisi lisan ini menyiratkan bahwa gempa sering terjadi di masa lalu di wilayah Kerinci. Meskipun secara kronologis, tidak bisa diketahui kapan terjadinya secara pasti. Hal ini dikarenakan ketiadaan indikator 'waktu' yang disebutkan dalam legenda.
Catatan sejarah terjadinya gempa di wilayah Kerinci di mulai pasca wilayah ini dianeksasi oleh pemerintah Hindia-Belanda. Sekitar tujuh tahun pasca pendudukan, tepatnya pada tanggal 04 Juni 1909 terjadi gempa besar di Kerinci yang berkekuatan sekitar 7.6 skala righter (Tim LIPI, tanpa tahun). Koran Hindia-Belanda Haarlem's Dagblad yang terbit 07 Juli 1909 melaporkan bahwa: 
"Di Kerinci, pada malam tanggal 3 Juni memasuki 4 Juni  dirasakan gempa  bumi dahsyat  disertai dengan gelombang pasang . Di Dusun Tanjung Pauh 30 rumah habis terbakar. Di Mendapo-Mendapo bagian Utara, rumah-rumah roboh, penduduk terbunuh. Penduduk menyelamatkan diri dan telegraf rusak.  Kerusakan besar juga terdapat di tempat-tempat utama (hoofdplaats). Kontroler Kerinci  telah pergi ke dusun-dusun yang porak poranda". 
Kerusakan perkampungan akibat gempa dahsyat terlihat dalam salah satu potret di Dusun Lolo Gedang pasca gempa  1909 (gambar 1). 
Berita tentang Dahsyatnya Gempa Kerinci Tahun 1909
Dahsyatnya gempa Kerinci tahun 1909 juga diberitakan di berbagai koran Hindia-Belanda. Leidsch Dagblad yang  terbit pada tanggal 8 Juli 1909. menulis berita yang didasarkan atas laporan Kontroler Kerinci, bunyinya:

"Getaran bumi masih dirasakan di wilayah Gunung Sumbing-Puncak Kerinci. Saya mengunjungi dusun-dusun di onder district Sungai Penuh, Rawang, Depati Tujuh, Kemantan serta Semurup, dan menjumpai rumah-rumah, jalan dan masjid telah runtuh, kecuali di Sungai Penuh, Gedang, Pondok Tinggi, Dusun Baru dan beberapa Dusun di Kemantan dan Rawang. Orang-orang berkemah di persawahan dengan membuat barak sementara. Sebagai hasil dari goncangan gempa (vloedgolf), telah terjadi tanah longsor dan amblesan tanah di berbagai tempat yang berbeda. Akibatnya, sungai terdorong naik, sehingga area di sekitarnya banjir, sungai meluap dan merusak jalan, jembatan, dan sumber-sumber mata air sulfat (maksudnya grao atau sumber air panas berbau belerang) yang ada di Semurup 'beraktivitas' dengan lebih kuat, tetapi mengering di Kemantan. Menurut laporan awal terbaru, dari sisi danau (Kerinci) antara Tanjung Pauh Mudik dan Koto Petai. Sejauh yang saya periksa, jumlah kematian mencapai 230 orang, banyak juga yang terluka ringan dan berat. Pertama-tama, mereka dibantu semaksimal mungkin dengan personil yang tersedia. Selain itu, saya mendesak para kepala suku dan masyarakat untuk mendirikan barak permanen untuk menyimpan padi secara aman di dalam dusun. Saya berangkat dari Sungai Penuh melalui Tanah Kampung, Penawar, Hiang, Sleman, ke Sanggaran Agung, untuk mengunjungi sisi barat danau, Lolo dan Lempur. Saya akan memberi sinyal hasil penyelidikan ini".
Laporan Kontroler Kerinci memberitakan betapa masifnya dampak yang ditimbulkan oleh gempa tersebut, ada banyak bangunan yang roboh, tanah longsor, dan tanah yang ambles serta jumlah korban jiwa berdasarkan data awal yang cukup banyak. Padahal kala itu, bangunan rumah penduduk relatif aman dari gempa karena terbuat dari kayu. Hal ini mungkin akibat 'gerak vertikal' yang dihasilkan oleh pergerakan sesar. Ditambah lagi sebagian besar dusun dibangun di atas dataran aluvial dan kipas aluvial.


Pemberitaan Leidsch Dagblad berlanjut pada halamannya yang terbit pada 22 Juli 1909. Surat kabar ini menyampaikan informasi lanjutan tentang kondisi terkini Kerinci pasca dilanda gempa:
"........Dari Sanggaran Agung, masih ada beberapa informasi tentang fenomena  'vulkanis' terbaru  yang menyebabkan begitu banyak penderitaan. Selama berhari-hari, gempa bumi berlangsung secara berselang, meskipun tidak sekeras gempa yang pertama,  selama satu atau lima menit sehingga tidak memungkinan untuk tetap berdiri.  Di  Rawang dengan 27 Dusunnya, hanya beberapa rumah yang masih berdiri, demikian juga di Semurup dengan 31 dusunnya, Kemantan mengalami hancur total di 5 dusun. Sementara itu di Kota Petai, Tanjung Tanah, Penawar dan Tanah Kampung sepenuhnya rata dengan tanah . Di Tanjung Pauh sekitar 50 rumah terbakar akibat lampu yang terjatuh (karena gempa terjadi di malam hari); Dusun Lolo hancur total, sekitar 150 korban tewas dan 95 luka ditemukan. Total rumah  dan lumbung yang rusak diperkirakan sekitar 2000 dan total kerugian sekitar 3 ton (padi?). Guncangan alam dan tanah ambles dapat diamati pada banyak tempat di dataran"
Beberapa Gempa Besar Setelahnya
Gempa besar berikutnya terjadi pada hari Sabtu tanggal 07 Oktober 1995. Gempa yang berkekuatan 7.0 SR ini, mengakibatkan 84 orang meninggal dunia, 558 Luka Berat dan 1.310 Luka Ringan. Di samping itu, sekitar 7.137 bangunan rusak berat dan 10.533 bangunan rusak ringan (lihat gambar 3) (Kurniawan dkk, 1997). 
Gambar 2. Masjid Nurul Iman desa Koto Iman, Monumen Gempa Kerinci tahun 1995. Sumber: djangki.wordpress.com

Gempa berikutnya terjadi pada hari Kamis 01 Oktober 2009, selang sehari setelah gempa Padang. Gempa ini berkekuatan sekitar 6.7 Km, berpusat sekitar 46 km sebelah Tenggara Sungai Penuh. Wilayah Kecamatan Gunung Raya menjadi wilayah yang berdampak cukup parah akibat gempa tersebut. Sebagaimana yang dikutip dari antaranews dikabarkan bahwa  sekitar 1100 rumah rusak berat dan ringan di sekitar wilayah Lempur dan Lolo . 
Gempa terakhir yang tercatat,  terjadi pada Kamis 12 Juli 2018 berkekuatan 4.2 SR di sebelah Barat Daya Kota Sungai Penuh dengan kedalaman 10 km. Gempa yang berkekuatan relatif kecil ini tidak menimbulkan kerusakan yang signifikan di wilayah Kerinci.
Kepercayaan Lama tentang Terjadinya Gempa
Ada banyak  mitologi tentang gempa dalam memori berbagai suku di belahan dunia, sebagaimana yang dikutip dari Tirto.id. Masyarakat Pasifik Baratlaut percaya  bahwa gempa dan tsunami disebabkan oleh pertempuran antara burung raksasa dan ikan paus. Suku Maori di Selandia Baru percaya bahwa gempa disebabkan oleh Ruaumoko sebagai Dewa gempa, Gunung Berapi dan Musim. Masyarakat Jepang percaya bahwa gempa disebabkan oleh pergerakan monster raksasa bernama Namazu di bawah Tanah. Sementara itu, bangsa Yunani Kuno percaya bahwa gempa disebabkan oleh Dewa laut Poseidon yang menancapkan trisulanya.
Lain halnya dengan masyarakat Kerinci --mungkin juga suku lainnya yang ada di Nusantara--mereka percaya bahwa bumi berada di ujung tanduk kerbau raksasa. Saat kerbau tersebut menggerakkan kepalanya maka terjadilah gempa bumi. Memang perwujudan hewan kerbau ini kerap diasosiakan sebagai makhluk yang menghuni alam bawah. Orang Hindu percaya bahwa dewa Yama yang menghuni dunia bawah memiliki tunggangan berupa kerbau.
Artikel ini telah ditayangkan di Kompasiana dengan judul.
1. Sejarah Gempa di Lembah Kerinci, Jambi tayang pada 14 Oktober 2018
2. Dahsyatnya Gempa Kerinci di Tahun 1909 tayang pada 14 Oktober 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legenda Batu Patah: Cerita Rakyat dari Danau Kerinci

Dari manakah Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Mukai? Menelusuri Sejarah dan Struktur Pemerintah Adat Masyarakat Siulak Mukai

Sejarah Wilayah Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak di Kerinci

Asal Usul Penduduk Dusun Siulak Gedang, Ibu Negeri Wilayah Adat Tanah Sekudung

Traditional Architecture of Kerinci Ethnic

Mengenal Cabe Suhin, Kuliner Khas Tradisional Kerinci

Sekilas Tentang Wilayah Adat Mendapo Limo Dusun (Sungai Penuh), Tanah Pegawai Rajo-Pegawai Jenang

Mengenal SINAR BUDI: Dari Generasi ke Generasi Mempopulerkan Tale Kerinci

Muhammad Awal, Bupati Kerinci Ke-5 yang Dikenang dengan Aura "Kesaktian"-nya