Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Benarkah Gelar Haji Warisan Kolonial Belanda?

Gambar
 Jangan salah kaprah, gelar Haji bukan bikinan Belanda! Ada tulisan di media massa yang menulis, bahwa gelar Haji adalah warisan kolonial. Pada tahun 1916 Belanda menyematkan gelar Haji pada penduduk Hindia Belanda yang telah menunaikan ibadah haji ke Mekah. Hal ini agar mereka mudah diawasi karena para haji dianggap tokoh agamawan yang memiliki pengaruh di tengah masyarakat. Jadi Belanda mewajibkan mereka menggunakan gelar haji di depan nama mereka. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi pendapat akademisi yang menyebutkan gelar haji cuma ada di Indonesia.  Gambar 1. Jamaah Haji dari Kerinci di Hijaz tahun 1890 foto diambil Snouck Hurgronje  Tapi benarkah demikian? Gelar Haji sesungguhnya telah dipakai sejak lama, sejauh berkuasanya Dinasti Mamluk di Mesir pada abad ke-13 M. Gelar tersebut diberikan untuk menghormati orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji. Misalnya saja seorang tokoh Sufi abad ke-13 terkenal dari Turki, Haji Bektasi Wali, ia telah menggunakan gelar te...

Arca Terbesar di Indonesia itu Ternyata Bukan Bhairawa tetapi Arca Mahakala

Gambar
Arca Bhairawa (Mahakala) saat diekskavasi di Padang Roco, Hulu Batanghari Menyambung diskusi yang lalu-lalu mengenai Ādityawarman, ada satu berhala yang ditafsirkan sebagai wujud atau representasi Ādityawarman. Berhala terbesar di Indonesia ini menjulang setinggi 4,41 meter, ditemukan pada tahun 1906 di Padang Roco, Hulu Batanghari (Dharmasraya kini). Sosoknya pria gepuk-tinggi berdiri lurus di atas mayat yang bertekuk. Gigi taringnya mencuat di sela bibir, matanya melotot, tangan kirinya memegang mangkuk tengkorak, sementara tangan kanannya memegang pisau belati. Begitulah gambaran keseraman dan kengerian yang ditampilkan oleh arca/berhala yang dikenal luas sebagai arca Bhairawa. Namun benarkah arca ini berhala Bhairawa? Dan benarkah ia wujud Ādityawarman? Baca: Ādityawarman, Legitimasi Kekuasaan, dan Misteri Tentangnya Tetapi sesungguhnya, wujud berhala ini masih diperdebatkan oleh peneliti. Tidak semua menyepakatinya sebagai Bhairawa. Sebut saja Pleyte (1907), ia-lah yang pertama ka...

Ādityawarman, Legitimasi Kekuasaan, dan Misteri Tentangnya

Gambar
Prasasti-prasasti tinggalan Adityawarman di Pagaruyung Sosok raja Melayu yang berkuasa sekitar 700 tahun yang lalu ini, telah meninggalkan legasi sekitar 13 prasasti dan membangkitkan diskusi hangat di kalangan pemerhati sejarah Melayu. Berbeda dengan penguasa negara pendahulunya, Sriwijaya, yang mengancam para Datu di bawahnya, Ādityawarman tidak pernah mengancam penduduk dan penguasa bawahannya. Paling tidak itulah yang dijumpai pada enam prasasti yang dikeluarkannya. Akan tetapi, sebaliknya, prasasti-prasasti tersebut menuliskan pujian-pujian terhadap diri Ādityawarman (rājapūja) sendiri. Bahkan, ia menyetarakan dirinya dengan para Dewa, seperti dengan Dewa Indra, Adibuddha, dan śrīlokeśwara. Hal semacam itu ditulis oleh Ādityawarman sebagai upaya melegitimasi atau mengesahkan kekuasaannya di kalangan penduduk Melayu. Ia berupaya membangun karisma sebagai raja yang maha berani, maha adil, maha melindungi, maha pandai, maha kuat, dan maha bijak sebagaimana mitos-mitos para dewa ters...